PADANG, BALIPOST.com – Sebanyak 80 persen pekerja migran ilegal Indonesia bekerja menggunakan jasa sindikat dan mafia penempatan tenaga kerja. Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani memperkirakan hal itu, sehingga para pekerjan migran tersebut mendapatkan perlakukan tidak adil dari pemberi kerja di luar negeri.
“Data resmi kita ada 3,7 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri. Tapi menurut data World Bank jumlahnya mencapai 9 juta orang. Artinya ada 5,37 juta orang yang bekerja di luar negeri tetapi tidak terdata. 80 persen di antaranya diperkirakan menjadi korban sindikat,” katanya di Padang usai sosialisasi Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Migran Indonesia, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (7/6).
Menurutnya, pekerja migran ilegal itu tidak bisa dilindungi oleh negara karena negara tidak mengetahui keberadaan mereka. “Bagaimana akan melindungi jika negera tidak tahu?” katanya.
Meski demikian negara tetap akan memberikan perlindungan bagi pekerja migran ilegal itu jika bermasalah dan mengadu ke perwakilan BP2MI di luar negeri. “Baiknya negara seperti itu. Meski bekerja secara ilegal di luar negeri, saat kena masalah tetap dibantu,” katanya.
Benny menegaskan agar bisa terlindungi secara menyeluruh mulai dari pra keberangkatan, bekerja di luar negeri hingga pulang kembali ke tanah air maka pekerja migran itu harus melalui jalur resmi dan dokumen asli. “Kalau terdata, kita bisa pantau,” katanya.
Sementara itu terkait UU Nomor 18 tahun 2017 itu ia menyebutnya sebagai terbosan aturan yang tidak saja memberikan perlindungan bagi pekerja migran, tetapi juga menghormati mereka sebagai pahlawan devisa. “UU ini juga mengatur dengan tegas kewenangan pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat desa sehingga mulai dari kualitas tenaga kerja, pendampingan hingga perlindungan bisa terlaksana dengan baik,” ujarnya.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan peluang untuk bisa bekerja di luar negeri itu harus diambil oleh daerah. Indonesia termasuk Sumbar mengalami bonus demografi dengan jumlah tenaga kerja yang banyak. Bonus demografi itu bisa menjadi bencana sosial jika tidak disalurkan dengan baik.
Salah satu penyalurannya adalah dengan menjadi pekerja migran di luar negeri. “Negara-negara di Eropa juga negara maju di Asia seperti Jepang dan Korea sekarang lebih banyak orang tua dibandingkan usia pekerja. Mereka membutuhkan banyak tenaga kerja dari luar untuk merawat lansia. Ini adalah peluang. Apalagi gajinya bisa sampai belasan bahkan puluhan juta,” katanya.
Ia meminta dinas terkait di Sumbar untuk bisa memanfaatkan peluang tersebut agar persoalan penganggur bisa teratasi dan remitansi atau kiriman devisa dari pekerja migran juga membantu perekonomian daerah. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link