Minyak Makan Merah Diklaim Bisa Cegah Stunting, Produksinya Lebih Murah dari Minyak Bening

Minyak Makan Merah Diklaim Bisa Cegah Stunting, Produksinya Lebih Murah dari Minyak Bening
(Dari kiri) Direktur PT RPN Iman Yani Harahap, Dirut Holding PTPN Abdul Ghani, Asdep Kementerian BUMN,
Rachman Ferry Isfianto, dan Kepala PPKS Edwin Lubis. (BP/may)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Minyak makan merah diklaim lebih sehat karena mengandung vitamin A dan E. Kandungan gizi ini yang menyebabkan minyak makan merah lebih sehat dari minyak bening produksi pabrik. Demikian dikemukakan Direktur Utama PTPN Holding, Abdul Ghani pada Selasa (14/3) saat acara International Oil Palm Conference (IOPC) ke-7 di Nusa Dua.

Bahkan, ia mengatakan permasalahan stunting yang dialami 26% usia dini dapat dicegah dengan mengonsumsi minyak makan merah. Penyebab stunting salah satunya adalah kurang gizi dan salah satu elemen gizi yaitu vitamin A dan E.

Minyak makan merah temuan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) adalah minyak makan yang tidak di-bleaching. “Jadi zat -zat gizinya tidak hilang yaitu mengandung vitamin A dan E. Sementara minyak bening industri kandungan gizinya sudah hilang karena sudah dijernihkan. “Mengkonsumsi minyak goreng bening tidak ada gizinya. Yang merah itu gizinya masih lengkap,” imbuhnya.

Menurutnya, ongkos pengolahan minyak makan merah juga lebih murah produksi dari minyak industri dengan gambaran biaya pengolaha minyak bening industry Rp 800 per kg sedangkan biaya pengolahan minyak makan merah, separuhnya. “Itu dari sisi proses pengolahan, cost lebih murah,” ujarnya.

Ditambahkannya kelapa sawit di Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap devisa, kemandirian energi dalam negeri, kecukupan pangan ke depan sehingga berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan petani sawit. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan sektor hulu dan hilir dari kelapa sawit harus ditingkatkan.

Saat ini pabrik untuk produksi minyak makan merah di posisikan berlokasi di Sumatera Utara. Pabrik setelah sukses akan menjadi ekosistem sawit yang mensejahterakan masyarakat dan petani.

Untuk skemanya, satu hektare lahan sawit, petani dapat menghimpun diri dalam koperasi dan akan dibuatkan 1 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mini dengan kapasitas 10 ton CPO. Kalkulasinya 10 ton CPO menghasilkan 7,4 ton minyak makan merah per hari.

PKS mini akan dibangun di daerah remote, sekitar perkebunan dengan teknologi dari PPKS. “Satu pabrik minyak makan merah dengan kapasitas 10 ton CPO bisa untuk memenuhi kebutuhan 200 ribu orang atau sekitar satu kecamatan. Kalau ini terjadi, kondisi minyak tidak akan seperti sekarang, yang mana membutuhkan biaya logistik cukup besar,” ujarnya.

Namun masih ada sejumlah kendala yang dihadapi ekosistem kelapa sawit yaitu produktivitas yang menurun. Menurut Direktur PT RPN (Riset Perkebunan Nusantara) Dr. Iman Yani Harahap produktivitas sejak lima tahun terakhir ada kecenderungan penurunan. Penurunan produktivitas akan diikuti dengan peningkatan biaya produksi. “Ini merupakan tantangan besar makanya skema yang PTPN harus lakukan adalah ada unsur pembinaan kepada perkebunan rakyat. Bagaimana pun juga kita satu kesatuan dalam industri kelapa sawit harus saling memberi dorongan,” imbuhnya.

Asisten Deputi Kementerian BUMN, Rachman Ferry Isfianto mengatakan, beberapa inisiatif strategis BUMN terutama PTPN yaitu harus dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Kebun yang sudah ada yakni 1,1 juta ha harus dipastikan dapat memberi triple down effect bagi masyarakat sekitar kebun sejahtera. (Citta Maya/balipost)

Credit: Source link

Related Articles