Bali (ANTARA) – PT Pertamina (Persero) melakukan sejumlah upaya inovasi untuk mengimbangi pesatnya perkembangan transisi menuju energi berkelanjutan di Indonesia dan global, seperti kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Wakil Kepala Riset dan Teknologi Strategi Inovasi PT Pertamina Oki Muraza pada acara “ASEAN Battery and Electric Vehicle Technology Conference” di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/5), menyebutkan upaya pertama yang dilakukan adalah membentuk ekosistem baterai EV, mulai dari sel baterai, hingga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
“Kami akan bermitra dengan pemain besar yang memang sudah memiliki riset dan pengembangan juga teknis yang mumpuni di bidang ini, harapannya kita mampu mengkonversi mineral yang kita miliki (nikel) menjadi baterai, salah satunya membuat sel baterai dan battery pack (baterai traksi),” kata dia.
Oki menyebut, badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang minyak dan gas itu juga berencana membuat standar baru untuk baterai traksi yang akan diajukan kepada pembuat regulasi, dalam hal ini pemerintah, dengan tujuan menuju bisnis baterai yang terintegrasi di masa depan.
“Untuk charging station (SPKLU) tentunya juga kita siapkan, beberapa titik juga sudah kita mulai, bekerja sama dengan PLN,” tambah dia.
Baca juga: PLN pastikan kesiapan listrik 100 persen di semua lokasi ASEAN Summit
Lebih lanjut, Oki mengatakan upaya riset dan pengembangan perihal daur ulang baterai EV juga sedang digenjot, dengan melakukan analisis siklus hidup baterai. Daur ulang baterai juga menjadi potensi bisnis dan rantai nilai yang besar di masa yang akan datang.
Mengingat dunia termasuk Indonesia sedang berkemas menuju energi hijau, tentu perpindahan itu tidak dapat dilakukan seketika dalam satu waktu.
Pertamina, dalam hal ini memanfaatkan momentum transisi itu dengan menggarap energi geotermal dan hidrogen, sebagai alternatif energi kendaraan sebelum berganti menjadi energi terbarukan sepenuhnya.
Pengembangan energi itu, jelas Oki, menjadi salah satu gerbang untuk transisi energi. Selain menghasilkan listrik bersih, geotermal bisa digunakan untuk menghasilkan produk hilir seperti hidrogen hijau.
“Indonesia memiliki potensi geotermal yang besar, saat ini kita sedang membuat beberapa kajian untuk membuat demonstrasi hidrogen hijau, nanti hidrogen hijau ini juga menjadi opsi dari transisi itu,” imbuhnya.
Belum sampai di situ, Oki menjelaskan Pertamina juga terus melakukan inovasi untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari bahan bakar cair yang menjadi bisnisnya selama puluhan tahun, yakni Bahan Bakar Minyak (BBM). Beberapa inisiatif yang telah dilakukan saat ini adalah biodiesel B35, yakni Fatty Acid Methyl Esters (FAME), hingga bahan bakar diesel hidrogen.
“Kemudian untuk gasoline stream-nya kita sedang kejar ethanol, kita mulai dengan E5. Kami juga mengejar target lainnya termasuk diesel hijau, hydrogenated vegetable oil, nah itu kita ada kapasitas 100 ribu barrel,” kata Oki.
Untuk mencapai rencana tersebut Pertamina bersinergi dengan tiga perusahaan pelat merah lainnya yakni Mining Industry Indonesia(Mind ID), Aneka Tambang (Antam), dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Keempat BUMN itu sebelumnya telah terbentuk dalam holding Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia (IBI) yang dibentuk oleh Kementerian BUMN di 2021, untuk mengelola ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Baca juga: Menperin tanggapi kritikan soal subsidi kendaraan listrik
Baca juga: RI dan empat negara teken kontrak kembangkan teknologi baterai EV
Baca juga: Konferensi teknologi baterai EV pertama di ASEAN digelar di Bali
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Credit: Source link