MANGUPURA, BALIPOST.com – Rencana Pemerintah Kabupaten Badung untuk memberi keringanan atau pengurangan pengenaan pajak hiburan dari sebesar 40
persen menjadi 15 persen, diapresiasi Ketua Umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD HIPMI) Bali, Agus Pande Widura. Namun, ia juga mempertanyakan sikap kabupaten/kota lainnya.
“Kenaikan 40 persen itu sangat mengagetkan bagi kita
pengusaha pariwisata yang ada di Bali, karena kita baru saja pulih dari pandemi Covid-19. Apalagi Maret 2024, restrukturisasi kredit juga berakhir,” ujarnya Jumat (19/1).
Ia mempertanyakan kebijakan kabupaten/kota lainnya
yang juga memiliki sektor usaha hiburan termasuk spa di dalamnya. Ia berharap pemda tidak menutup mata dengan kondisi pengusaha Bali saat ini hanya demi memenuhi target PAD tanpa mempertimbangkan efek
domino dari pergerakan pelaku usaha. “Toh nanti yang menerima manfaatnya dari pergerakan pelaku usaha yaitu pemerintah, pengangguran berkurang, kemiskinan berkurang dan PAD tetap masuk. Dibandingkan mendapatkan sesuatu yang banyak di awal tapi tak bertahan lama, maka pemerintah sendiri yang rugi,” tandasnya.
Pande Widura pun mengungkapkan keberatan atas pengenaan pajak 40-75 persen karena selain pajak, pengusaha juga dikenakan pungutan liar atau kutipan siluman lainnya.
Maka dari itu, ia juga menyetujui pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno bahwa tidak ada lagi pungutan liar atau kutipan siluman, ketika pengusaha hiburan dikenakan pajak 40%. Meski demikian, ia tak yakin jika tidak ada pungutan liar lagi ke pelaku usaha, sehingga menolak pemberlakuan pajak 40 persen.
“Ini di industri hiburan seperti kita ketahui memang betul banyak ada pungutan yang tidak terdaftar. Ini jika sekarang 40 persen pajak plus juga ditambahkan dengan pungutan yang tidak terdaftar itu, maka itu akan jauh lebih tinggi daripada pendapatan mereka. Jangankan untung, bisa rugi pengusaha itu. Tetapi saya tidak yakin kalau tidak akan ada pungutan liar lagi. Saya tetap melihat bahwa kita masih belum ada di level di mana kita bisa one gate system seperti itu, atau all in,” tandasnya.
Sementara ia juga sepakat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengumumkan penundaan pajak hiburan. Karena belum waktunya, pengusaha dikenakan pajak yang tidak masuk akal tersebut.
Bali baru saja pulih dari Pandemi Covid-19 bahkan kinerja pariwisata belum seperti tahun 2019. Ketika mulai menata usahanya kembali, pemerintah sendiri yang justru mencekik pelaku usaha.
Padahal pelaku usaha yang menggerakkan perekonomian. “Jika pelaku usaha dipersulit untuk bergerak, berkembang, bagaimana mereka bisa berkontribusi terhadap perekonomian? Malah ini justru akan membunuh pariwisata yang ada di Bali,” tegasnya.
Ia berharap, pengajuan judicial review pajak hiburan yang sedang dalam proses, dapat dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Alasannya implementasi Undang-undang tersebut cacat hukum, lantaran tidak adanya sosialisasi komprehensif.
Selain rentang waktu sosialisasi yang singkat, pelaku usaha juga diakui masih dalam fase pemulihan pascapandemi Covid-19. Ia yakin, ketika kebijakan ini dipaksakan, akan banyak pengusaha di Indonesia gulung tikar. “Kita masih membenahi diri secara perekonomian dari Covid-19 saja belum. Sekarang tiba-tiba kok pajak sudah naik 40 persen, ini akan membunuh pengusaha,” tutup APW.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab Badung telah
menyampaikan rencana pengurangan dan memberi keringanan pajak hiburan yang telah ditetapkan UU sebesar 40-75 persen. Ini dilakukan setelah mendengar keluhan dari pelaku pariwisata.
“Ini yang menjadi keberatan teman-teman pelaku pariwi-
sata yang bergerak di bidang usaha ini, oleh sebab itu kita sedang mencoba merumuskan instrumen hukum untuk membantu atas keberatan-keberatan pelaku pariwisata sesuai perintah Bupati kepada saya, dengan
mencarikan celah hukum dalam rangka meringankan sesuai dengan kebijakan fiskal kita, maka kami sudah perintahkan Plt. Kepala Bapenda, Kabag Hukum dan Kadisparda untuk segera merumuskan, bahwa kita
akan melakukan pengurangan dan keringanan pajak hiburan secara jabatan. Kalau kita tetap menggunakan tarif 15 persen maka akan terjadi pengurangan sebesar 25 persen dari tarif batas bawah 40 persen,” demikian
dikatakan Sekda Adi Arnawa, Kamis (18/1) di Puspem Badung.
Berdasarkan kebijakan ini, pada akhirnya menurut Sekda Adi Arnawa, pembayaran pajak hiburan tertentu di Kabupaten Badung akan masuk ke angka 15 persen sesuai dengan tarif yang lama. Pola inilah yang akan secepatnya dirumuskan oleh Pemkab Badung, sehingga
pemerintah daerah bisa segera mengundang pelaku usaha untuk melakukan sosialisasi terkait tarif pajak hiburan tertentu di Kabupaten Badung. (Citta Maya/balipost)
Credit: Source link