Ilustrasi Kekerasan Wartawan
Jakarta, Jurnas.com – Kebebasan pers tanah air, kian terancam serius. Pasalnya, Komite Keselamatan Jurnalis menyebutkan, masih marak kekerasan jurnalis. Maka perlu didorong kasus kekerasan terhadap jurnalis diselesaikan secara hukum tanpa pandang bulu.
Hal itu dikemukakan Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Sasmito Madrim di sela-sela Seminar memperingati Hari Internasional Anti- Impunitas terhadap Kasus Kekerasan kepada Jurnalis (The International Day to End Impunity for Crimes Against Journalist), di Kampus Atma Jaya, Jakarta, Sabtu, (02/11/2019).
“Penegakan hukum tanpa pandang bulu bagi pelaku menjadi obat paling mujarab untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis,” kata Sasmito.
Komite Keselamatan Jurnalis mencatat ada 6 kasus dari tahun 1996 yang sampai saat ini proses hukumnya tidak jelas. Mulai dari kasus pembunuhan Udin, hingga kasus kematian Alfret. Satu satunya kasus pembunuhan jurnalis yang ditangani secara tuntas adalah kasus Prabangsa jurnalis Radar Bali.
Tahun 2019 rentang waktu dari awal Januari – akhir Oktober ini setidaknya ada 42 kasus kekerasan yang menimpa para jurnalis. Kasus ini meningkat seiring dengan panasnya eskalasi politik di tanah air.
Jenis kekerasan terhadap jurnalis sangat beragam mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga doxing di dunia internet. Sebagian besar pelaku kekerasan adalah oknum aparat kepolisian, namun juga tidak jarang pelaku kekerasan berasal dari kalangan sipil yang memiliki kekuasaan di luar negara.
Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada tahun ini sebagian besar sudah dilaporkan. Namun dalam proses penanganan hukumnya terkesan masih bertele-tele. Dari sekian banyak yang telah dilaporkan, belum nampak satupun yang proses penyelidikannya dilakukan secara serius.
Melihat makin beragamnya jenis kasus serta pelaku kekerasan terhadap jurnalis, diperlukan langkah kongkret dan keseriusan semua pihak agar kasus ini bisa diminimalisir.
Kepala Bagian Penerangan Satuan (Kabag Pensat) Div Humas Polri Kombes Yusri Yunus mengakui belakangan ini kerap terjadi benturan antara anggota polisi dengan kalangan media terutama saat penanganan aksi unjuk rasa.
Namun Yusri memastikan pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan anggota polisi kepada jurnalis akan diproses secara hukum. Yusri juga meminta kepada Komite Keselamatan Jurnalis untuk lebih pro aktif melaporkan kepada dirinya jika ada kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.
“Saya harapkan komite bisa jadi fasilitator menerima pengaduan, jika ada masalah. Kita ini mitra dan teman. Jadi tidak usah takut. Datang kepada saya. Kalau perlu saya temani untuk melaporkan kasusnya,” terang Yusri.
Ke depan Yusri meminta agar komite dan Polri bisa duduk bersama untuk membuat SOP khusus jurnalis dan anggota Polri yang gampang diimplementasikan di lapangan. Sehingga benturan antara anggota Polri dan jurnalis bisa diminimalisir.
“Ini yang coba kita rancang. Kami harapkan perusahaan media dan organisasi profesi kita duduk bersama dan buat SOP soal unjuk rasa. SOP bukan hanya untuk Mabes Polri dan Polda Metro tetapi juga berlaku untuk jurnalis. Hasilnya kita sama sama sosialisasikan ke daerah, sebagai SOP bersama. Kalau perlu di 548 Polres di daerah,” jelas Yusri.
Sementara itu di kesempatan yang sama Penasehat Informasi dan Komunikasi untuk Unesco di Jakarta Ming Kuok Lim menegaskan keselamatan dan perlindungan terhadap jurnalis menjadi perhatian serius bagi Unesco.
“Kami mendukung keselamatan jurnalis melalui rencana aksi keselamatan jurnalis dan isu impunitas,” ujar Ming.
Ming juga mengingatkan bahwa jurnalis memiliki peran yang sangat penting. Di antaranya menyebarkan, memperjuangankan kebenaran dan keadilan.
“Kami percaya jurnalis sangat mulia karena tugas utamanya memberikan informasi berkualitas untuk publik,” ujar Ming.
Komite Keselamatan Jurnalis beranggotakan 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, antara lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet.
Kemudian, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), AMNESTI International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
TAGS : Kasus Jurnalis Komite Keselamatan Jurnalis Save Jurnalis Kekerasan Wartawan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/61950/Payah-Penangganan-Kasus-Jurnalis-Masih-Bertele-tele/