Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS), Bambang Istianto
Jakarta, Jurnas.com – Meski Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terkait keuangan untuk penanganan Covid-19 menuai polemik tajam dan bahkan digugat ke MK. Namun, mayoritas suara Parlemen di Senayan mendukung Perppu itu menjadi undang undang.
Merespon hal itu, Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS), Bambang Istianto mengatakan, sejatinya, Perppu penanganan Covid-19 itu sangat bertentangan dengan UUD 1945.
Selain itu, kata dia, Perppu Nomor 01 tahun 2020 itu juga mendefungsionalisasi lembaga tinggi pemerintah misalnya DPR, BPK dan OJK.
“Melihat fenomena ini para wakil rakyat dinilai sudah tidak lagi mendengar suara beberapa kekuatan elemen masyarakat yang menolaknya. Sepertinya partai politik sebagai pengabdi penguasa dan pemegang kendali demokrasi,” katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (15/05/2020).
Meskipun ada suara penolakan atas nama demokrasi, namun, kata Bambang, oligarki partai politik tidak menggubrisnya.
Saat ini, kata dia, harapan dan jeritan rakyat pun hanya bertumpu pada hakim MK.
“Karena hanya satu partai politik yang menolaknya. Perjuangan tinggal di arena panggung MK,” katanya.
Ditegaskan Bambang, dalam UU mengenai kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pendemi virus corona terdapat banyak kejanggalan yang berpotensi untuk dikorupsi dan disalah gunakan oleh penguasa.
Padahal, saat ini, Masyarakat dan bangsa sudah sangat jengah dengan korupsi yang masih akut dilakukan penyelenggara negara.
“Masyarakat sangat sensitif terhadap gejala penyalahgunaan kewenangan. Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah menjadi undang undang dan potensi abuse of power,” katanya.
Di samping itu, lanjut Bambang, isi kebijakan itu juga sangat payah. Sebab memuat pasal yang menyatakan bahwa `Bagi pejabat publik yang menggunakan anggaran penanganan Covid 19 tidak dapat dipidanakan dan bebas sanksi administrasi`.
Memang, dalam hukum administrasi negara, pejabat publik dilindungi dalam melaksanakan kebijakan pemerintah sebagai fungsi diskresi tidak dipidanakan.
Namun, tegas Bambang, aturan itu semestinya tidak perlu secara tertulis dinyatakan dalam pasal suatu peraturan perundangan. Sebab, Pejabat publik telah disumpah dalam menduduki suatu jabatan memang sudah seharusnya mentaati.
Oleh sebab itu memberikan hak imunitas bagi pejabat publik secara khusus diatur dalam peraturan perundangan dinilai janggal atau mengada ada.
“Walaupun ada jaminan `itikad baik` pejabat publik yang melaksanakan, namun masyarakat sulit untuk mempercayainya,” ujar dia.
Karena itu dalam implementasinya, undang undang tersebut tetap akan menuai kontroversial.
Sebab kekecewaan masyarakat masih belum pulih ketika parlemen telah memandulkan peran KPK.
“Ketika partai politik sudah tidak dipercaya publik tidak mustahil akan timbul kembali parlemen jalanan. Demikian pula gejolak sosial tak terhindarkan karena fungsi kanalisasi lembek,” katanya.
TAGS : Perppu Corona DPR
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin