JawaPos.com – Pemerintah berupaya meningkatkan kinerja logistik nasional. Salah satu caranya adalah menata ekosistem logistik nasional alias national logistic ecosystem (NLE). Kamis (24/9) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membahas NLE sebagai sarana menggenjot kinerja logistik.
“Kita semua tahu, gambaran sistem logistik kita saat ini seperti benang ruwet. Meski, ada national single window yang menghubungkan beberapa kementerian dan lembaga menjadi satu,” ungkap Ani, sapaan Sri Mulyani.
Dia menyebutkan, dulu ada 16 tahapan yang harus dilewati karena belum ada satu sistem yang benar-benar bisa menuntaskan seluruh kerja birokrasi. Selama ini national single window (NSW) lebih bersifat koordinasi antarlembaga dan kementerian. Namun, pelaku usaha seperti eksportir, importir, dan pelaku logistik belum terkoneksi dengan baik.
Akibatnya, mereka harus berkali-kali melakukan submission dan proses untuk berhubungan dengan pemerintah. Atau, bahkan untuk berinteraksi dengan sesama eksportir, importir, dan pelaku logistik. “Jadi, ada proses yang repetitif dan rumit,” kata Ani.
Dengan adanya NLE, para pelaku usaha seperti pengusaha truk, kontainer, depo, perkapalan, hingga pembayaran bisa masuk. Dengan begitu, semua pihak di dalam ekosistem tidak perlu lagi berulang-ulang memasukkan dokumen dalam proses logistik.
Penerapan NLE diharapkan bisa menurunkan biaya logistik di Indonesia yang lebih tinggi daripada rata-rata ASEAN. Biaya logistik RI yang mencapai 23,5 persen dari PDB ditargetkan turun menjadi 17 persen.
Performa logistik yang stagnan, menurut Ani, harus bisa berkembang dan tumbuh. Dia juga berharap terciptanya persaingan yang sehat dan transparan. “Performa logistik kita dalam ease of doing business (EoDB) mengenai berapa jumlah hari, jam, dan waktu untuk selesaikan logistik itu belum menunjukkan perbaikan signifikan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, platform NLE diterapkan di empat pelabuhan. Yakni, Pelabuhan Belawan, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Tanjung Priok. “Kita harap kegiatan ini sudah bisa dilakukan mulai 1 Oktober 2020 dan sebetulnya berdasar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2020 sudah dalam bentuk piloting dan dilakukan secara bertahap,” tutur mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi siap mendukung program tersebut. “Kami juga akan memberikan komitmen yang penuh kepada pemerintah terkait dengan NLE,” katanya kemarin.
Yukki menuturkan, berdasar data logistic performance index yang dipublikasikan World Bank, peringkat logistik RI di ASEAN adalah ke-5. Di seluruh dunia, RI berada pada urutan ke-46.
“Kita harap, dengan adanya NLE ini, kita masuk 30 besar di dunia. Kalau masuk 30 besar dunia, artinya kita (Indonesia) akan masuk 3 besar ASEAN,” jelas Yukki. Dengan begitu, kue di ASEAN pun bisa dinikmati dari sisi investasi.
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berencana terbang ke Batam hari ini (25/9). Dia akan memantau langsung NLE. ”Saya juga mau ke Batam untuk melihat demonya 17 layanan menjadi satu bagaimana. Jadi, jangan hanya diomongin di kertas, tapi nggak jalan,” tegasnya.
Luhut menjelaskan, importer atau eksporter setidaknya harus melakukan 17 kali transaksi layanan. Baik itu di kementerian maupun lembaga pemerintahan. Akibatnya, biaya logistik mahal.
Adanya NLE akan membuat efisiensi biaya logistik mencapai Rp 1,5 triliun hanya dari wilayah Batam. Perbaikan ekosistem itu diyakini Luhut bakal membuat investasi masuk ke Batam hingga Rp 5 triliun.
MENGAPA PERLU PENATAAN EKOSISTEM LOGISTIK NASIONAL?
Indikator:
Biaya logistik relatif tinggi di ASEAN.
Indonesia: 23,5 persen dari PDB.
Malaysia: 13 persen dari PDB.
Performa logistik stagnan.
Berdasar trading across borders-ease of doing business
2019: urutan 67,3
2020: urutan 69,3
Target:
Biaya logistik 23,5 persen menjadi 17 persen.
Sektor logistik tumbuh.
Persaingan sehat (standar layanan, transparansi).
Sumber: Kemenkeu
Editor : Estu Suryowati
Reporter : (dee/agf/c14/hep)
Credit: Source link