JawaPos.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendukung pelaku industri tanah air memiliki sertifikat sah untuk produk farmasi dan alat-alat kesehatan. Saat ini ada sekitar 10 ribu produk farmasi yang membutuhkan sertifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, biaya sertifikasi TKDN produk farmasi akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sertifikasi itu penting untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen farmasi unggulan.
“Nanti (sertifikasi, Red) bukan hanya soal farmasi. Tetapi juga untuk membangkitkan kemandirian nasional secara keseluruhan,” ujarnya Rabu (30/9).
Menurut Agus, pasar dalam negeri sangat potensial bagi berbagai produk farmasi dengan kandungan lokal tinggi. Sebab, pasar lokal bisa menjadi preferensi dalam pengadaan melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN).
Dalam Permenperin 16/2020 disebutkan, tata cara penghitungan nilai TKDN produk farmasi tidak lagi memakai metode cost based, melainkan metode processed based.
“Pertimbangannya, metode ini lebih sesuai diterapkan di industri farmasi,” tegas Agus.
Sebab, sifat industri farmasi spesifik. Formulasinya juga sangat banyak dan beragam. Selain itu, farmasi selalu mengacu pada hasil riset dan pengembangan yang panjang. Juga, menelan biaya besar.
Dengan processed based, berarti ada penghargaan atas upaya riset dan pengembangan oleh pelaku industri farmasi. Metode itu dapat mempertahankan kerahasiaan formulasi yang dimiliki perusahaan tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai dari pemberlakuan TKDN produk farmasi ini.
INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA
Tahun | Nilai Investasi (dalam triliun Rp)
2017 | 53,7
2018 | 53,9
2019 | 60,9
Sumber: E-Licensing Kemenkes
Credit: Source link