JawaPos.com – Meski tertekan karena pandemi Covid-19, perekonomian mulai bergerak. Tanda-tanda pemulihan juga mulai muncul. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa indikasi perbaikan itu terlihat pada kuartal III tahun ini.
“Perbaikan berangsur didorong percepatan realisasi stimulus fiskal atau APBN dan perbaikan dari sisi ekspor,” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani, melalui video conference Selasa (27/10).
Pemulihan ekonomi itu juga sejalan dengan prediksi International Monetary Fund (IMF) tentang pertumbuhan ekonomi global yang mencapai 4,4 persen. Atau, lebih baik daripada proyeksi sebelumnya.
Ani menekankan bahwa perbaikan terjadi setelah kontraksi pada kuartal II 2020 yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. Perekonomian mulai membaik karena indikator konsumsi, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah menunjukkan tren positif.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan bahwa perbaikan kinerja ekonomi didorong percepatan realisasi stimulus fiskal atau APBN. Juga, perbaikan dari sisi ekspor serta belanja pemerintah yang meningkat selama kuartal III.
Belanja itu terutama digunakan untuk bantuan sosial dan dukungan terhadap dunia usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Semua itu berlangsung dalam kerangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
“Langkah tersebut mengurangi kontraksi pada konsumsi rumah tangga,” ujar Ani.
Selain itu, kinerja ekspor membaik. Terutama pada komoditas seperti besi dan baja. Juga, pulp dan waste paper serta tekstil dan produk tekstil (TPT) yang ditopang permintaan dari Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Meski investasi masih tertekan, beberapa sektor menunjukkan perbaikan. Misalnya, sektor bangunan karena berlanjutnya berbagai proyek strategis nasional (PSN).
Secara umum, setelah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pun, ekonomi mulai bergeliat. Terutama dari sisi konsumsi rumah tangga. “Konsumsi diharapkan bisa meningkat agar bisa mendekati nol persen pada kuartal IV. Pada kuartal III masih negatif, tapi lebih rendah dari kuartal II yang minus 5,5 persen,” jelas Ani.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI-7DRR) ditahan pada level 4 persen. Alasannya, BI perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global. Meskipun, sebenarnya ada cukup ruang untuk menurunkan lagi lantaran inflasi yang rendah.
“Tentu kebijakan itu akan kami review kembali pada rapat dewan gubernur BI November nanti. Tentunya, dengan melihat kondisi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan ketahanan eksternal,” kata Perry.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso optimistis bahwa perekonomian akan pulih. Indikator yang pertama adalah menurunnya rasio kredit bermasalah (non-performing loan) pada September ke angka 3,15 persen. Sebab, pada bulan sebelumnya tercatat 3,22 persen.
Kedua, program restrukturisasi, khususnya sektor UMKM, yang lancar. Dengan ditopang likuiditas perbankan yang kuat, industri keuangan masih stabil meski banyak pengusaha yang memohon penundaan pembayaran akibat usaha mereka terdampak.
“UMKM ini tidak sulit karena kecil sehingga recover-nya cepat,” ucap Wimboh.
INDIKATOR PEREKONOMIAN
Inflasi: 1,42 persen (yoy) per September
Neraca perdagangan: Surplus USD 8,03 miliar per kuartal III
Cadangan devisa: USD 135,2 miliar per September, naik dari USD 131,7 miliar pada Juni 2020
Realisasi APBN (per September 2020)
Pendapatan negara: Rp 1.159 triliun
Belanja negara: Rp 1.841,1 triliun
APBN: Defisit Rp 682,1 triliun (setara 4,16 persen terhadap PDB)
Sumber: Kemenkeu
Editor : Estu Suryowati
Reporter : (dee/han/c12/hep)
Credit: Source link