JawaPos.com – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menampik persepsi bahwa pemerintah memperdagangkan vaksin dalam program Vaksinasi Gotong Royong. Menteri BUMN Erick Thohir memastikan pemerintah tidak berniat mencari keuntungan dari vaksin Gotong Royong yang bertujuan untuk mempercepat proses vaksinasi masyarakat ini.
Program vaksinasi Gotong Royong sendiri diinisiasi oleh pengusaha swasta melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Vaksin ini akan dibeli oleh para pengusaha untuk diberikan kepada karyawannya secara gratis.
Menurut Erick, pemerintah pun telah menggelontorkan anggaran yang sangat besar untuk pemenuhan kebutuhan vaksinasi masyarakat secara gratis yang telah dilakukan pada 13 Januari 2021 lalu.
“Tolong konteksnya jangan dilihat seakan-akan pemerintah hadir mencari margin. Pemerintah sudah mengeluarkan Rp 77 triliun untuk pengadaan vaksin gratis,” ujarnya, Rabu (19/5).
Vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah menyasar 70 persen populasi Indonesia atau paling tidak sebanyak 181,5 juta jiwa yang akan disuntik vaksin Covid-19. Sementara vaksin Gotong Royong sendiri bertujuan untuk membantu pemerintah dalam mempercepat pelaksanaan vaksinasi di Indonesia.
Hal itu, kata Erick, juga sebagai kontribusi pengusaha untuk mempercepat pemulihan perekonomian nasional agar roda ekonomi kembali berjalan secara normal.
“Para pengusaha nasional yang peduli akan bangsanya, mereka ingin berpartisipasi memberikan kontribusi lebih kepada negara dengan memberikan sebagian kepada karyawannya secara gratis,” jelasnya.
Adapun terkait biaya penyuntikan vaksin Covid-19 telah dirundingkan oleh para pengusaha secara transparan sehingga muncul angka kesepakatan Rp 321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis.
“Harga vaksin ini, kita bersama Kadin membuka secara transparan, dan harga vaksin ini ditentukan oleh pihak independen yaitu audit daripada pemerintah yaitu BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), di situ jelas ada harga jual yang terdiri dari harga pembelian dan harga distribusi. Jadi sangat transparan,” ungkapnya
“Kita tidak berpikir untuk komersialisasi vaksin ini sendiri, tapi realita yang harus kita hadapi bahwa vaksin ini memang harus dibeli, bukan vaksin yang didapatkan secara gratis,” pungkas.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link