JawaPos.com – Pandemi yang belum juga berakhir menjadi hantu bagi para pekerja, karena mengancam kelangsungan hidup mereka. Banyak situasi dan kondisi yang menjadi dilema para buruh karena mempengaruhi pendapatan mereka.
Ketua Bidang Perempuan dan Anak Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumiyati mengatakan, banyak para anggotanya di lapangan upahnya terpotong karena melaporkan perusahaannya. Namun, pengusaha menyebut pemotongan upah itu dengan alasan ada pandemi yang harus menjadi konsekuensi bersama.
Menurutnya, para pengusaha selalu mengungkap kerugian usaha mereka tanpa memikirkan nasib para pekerjanya. Ketidakpastian upah membuat kelangsungan hidup keluarga menjadi ikut terganggu.
“Perusahaan selalu mengatakan mereka paling terdampak, mereka rugi begini begitu. Padahal buruh juga sangat terdampak. Kami banyak kena kurang upah, tidak ada kepastian kerja. Bahkan, ada juga yang kurangi upah alasannya konsekuensi bersama karena pandemi,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin (19/7).
Sementara, lanjutnya, bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pun tidak dapat mencukupi. Bahkan, akses bansos juga sangat sulit didapatkan para buruh. “Tidak semua pekerja menerima bansos. Kalau dilihat akan turun lagi, yang kemarin juga kita nggak dapat, masih banyak buruh nggak bisa akses bantuan itu,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi sulit ini masih juga harus ditambahkan dengan kenyataan kurangnya perlindungan dari perusahaan terhadap ancaman virus Covid-19 kepada pekerja.
“Kami lihat juga beberapa pabrik operasional berjalan seperti biasa. Mereka nggak mau ngalah dengan PPKM ini, semua rutinitas seperti biasa. Tidak ada protokol berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Selain itu, fasilitas kesehatan seperti pengadaan hand sanitizer, masker, hingga suplemen vitamin yang seharusnya didapatkan demi menjaga keamanan, keselamatan, kesehatan kepada para buruh juga tak pernah diberikan. Bahkan untuk masker saja, banyak buruh yang menggunakannya secara berulang. “Vitaminnya juga tidak diminum, karena tidak disiapkan,” pungkasnya.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link