JawaPos.com – Tahun depan pemerintah bakal menerapkan kurikulum anyar. Yakni, kurikulum prototipe. Rencananya, kurikulum tersebut diterapkan bersama dengan kurikulum darurat. Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo pada Kamis (23/12).
Jadi, kurikulum prototipe tidak akan membatasi siswa sekolah menengah atas (SMA) sesuai jurusan IPS, bahasa, dan IPA. Dalam kurkulum tersebut, siswa kelas XI dan XII dapat memilih kombinasi mata pelajaran berdasar minatnya. Pemerintah mencanangkan kurikulum tersebut digunakan di 2.500 sekolah.
Pengamat pendidikan Martadi mengapresiasi langkah pemerintah yang meluncurkan kurikulum prototipe. Menurut dia, spirit kurikulum tersebut adalah memberikan ruang kebebasan kepada para siswa untuk menentukan minat dan bakatnya.
Dengan begitu, lanjut dia, siswa bisa fokus terhadap apa yang diminati. Spiritnya personalized curriculum. Siswa akan memahami apa yang ingin dipelajari hingga bagaimana cara siswa mempelajari ilmu tersebut. ”Hal itu menjadi menarik bagi wajah pendidikan Indonesia. Karena kurikulum ini memiliki nilai lebih,” tuturnya kepada koran ini kemarin.
Martadi menambahkan, ada pekerjaan rumah yang menanti pemerintah ketika menerapkan kurikulum anyar itu. Yakni, bagaimana guru kelas membimbing dan mengarahkan siswa sesuai minat serta bakat. Sangat penting bagi guru mengenali potensi siswa satu per satu. ”Jadi, siswa itu tidak sekadar ikut-ikutan temannya saat mengambil keputusan mata pelajaran apa yang diambil,” paparnya.
Ketua Bidang Pengembangan Profesi Pendidik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu menilai, kurikulum prototipe bisa jadi gagal di tengah jalan apabila implementasinya buruk. Secara substansi, sebetulnya kurikulum prototipe bagus. Mewadahi program Merdeka Belajar, membekali kompetensi siswa pada abad ke-21, dan menguatkan karakter kepancasilaan. Guru dan kepala sekolah perlu memiliki kapasitas untuk menggali kemampuan dan minat siswa dengan baik. Tidak sekadar asal menganalisis.
Terpisah, salah seorang siswa SMA swasta di Surabaya Barat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, dirinya antusias begitu mendengar kabar tidak ada lagi penjurusan IPA, IPS, dan bahasa. Saat ini dia duduk di bangku kelas XI. ”Saya di IPA. Saya sebetulnya ada passion di bidang non-eksak juga,” ujarnya.
Jangan Lupa Pertimbangkan Kondisi Psikologis
WAKIL Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti menuturkan, ada yang penting sebelum menentukan kurikulum apa yang akan diterapkan. Yakni, psikologis siswa. Terutama siswa yang duduk di bangku kelas XII. Menurut dia, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek psikologis siswa kelas XII. ”Karena siswa kelas XII bakal berhadapan dengan tes masuk ke universitas,” tuturnya.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : sam/dya/zam/c6/git
Credit: Source link