JawaPos.com – Aktivitas mengasah intan menjadi beragam pernik perhiasan masih berdenyut di perkampungan Dalam Pagar, Martapura Timur, Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel). Tidak jauh berbeda dengan Plered, masyarakat Dalam Pagar pun mendapatkan keahlian mereka secara turun-temurun. Para perajin kriya logam mulia itu belajar secara autodidak.
Itu pula yang terjadi pada Rifyan Zaki. Perajin perhiasan Martapura itu sudah menggeluti profesinya selama 30 tahun. Lelaki yang akrab dipanggil Ian tersebut dikenal sebagai perajin emban cincin dan gelang batu permata.
Dari ruang tamu rumahnya, Ian menafkahi keluarganya. Pundi-pundi rupiah dia hasilkan dari sana. ”Alatnya pakai kikir sama gagaran (gerinda, Red),” ujarnya saat ditemui Jawa Pos di kediamannya pada Desember lalu.
Sebagaimana sentra keramik di Plered, sentra kriya logam mulia dan perhiasan di Dalam Pagar juga punya akar sejarah yang kuat. Semuanya berawal dari aktivitas pendulangan intan di beberapa titik di Martapura pada era kolonial.
Dari pendulangan, biji intan mentah kemudian didistribusikan ke perajin. Oleh para perajin, intan mentah digosok dan dibentuk menjadi batu permata yang punya nilai jual tinggi.
Credit: Source link