MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa Adat Tuban, Kecamatan Kuta kembali meniadakan Festival Pasar Majalangu. Pasar rakyat yang seyogyanya dilaksanakan pada Ngembak Geni atau sehari pasca Nyepi ditiadakan lantaran kasus COVID-19 melonjak kembali.
Bendesa Adat Tuban, Wayan Mendra, saat dikonfirmasi, Senin (14/2) membenarkan tidak menyelenggarakan kembali Festival Pasar Majalangu. Kebijakan tersebut diputuskan dalam prajuru membahas Pelaksanaan rangkaian kegiatan Nyepi Saka 1944. “Kami di Desa Adat Tuban sudah sepakat untuk mengurangi aktivitas serangkaian Nyepi. Salah satunya, Pasar Majalangu ditiadakan, karena identik dengan kerumunan dan bersenang-senang,” ungkapnya.
Selain Pasar Majalangu, Wayan Mendra mengakui juga tidak melaksanakan kegiatan pembuatan ogoh-ogoh dan pawainya saat pengerupukan. Sedangkan, kegiatan Melasti masih menunggu perkembangan situasi terkait penyebaran kasus Covid-19.
“Untuk kegiatan Melasti akan diputuskan final pada 21 Februari ini. Namun, setelah PPKM Level 3 Jawa- Bali ditetapkan, maka kami di desa sudah mempersiapkan Melasti dan kegiatan Nyepi diselenggarakan terbatas maksimal 50 persen dari kapasitas tempat ibadah,” jelasnya.
Menurutnya, pihak desa adat telah mempersiapkan Joli untuk Pratima, Daksina Linggih. Pelaksanaan Tawur Kesanga saat Ngerupuk juga dilaksanakan terbatas maksimal 50 persen. “Melasti akan lunga ke segara dengan kendaraan roda empat terbatas. Pastinya dilaksanakan dengan penerapan Prokes yang ketat,” ujarnya.
Mantan anggota DPRD Badung ini mengakui, berdasarkan data yang ada menyangkut perkembangan status dan akumulasi jumlah krama Bali yang terkofirmasi positif COVID-19 dari tahun sebelumnya menunjukan tren peningkatan. “Untuk krama Tuban yang masih dalam isoman dan isoter di Bakung Sari per hari ini juga mencapai 64 orang, maka dipastikan pemerintah akan memperpanjang PPKM level -3 ini di Jawa dan Bali,” terangnya.
Sebelumnya, Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Badung, AA Putu Sutarja, Minggu (13/2) mengatakan kebijakan membatasi jumlah masyarakat yang terlibat dalam prosesi Melasti bertujuan mengurangi kerumunan. Hal ini mengingat kasus positif COVID-19 makin meningkat. “Kegiatan Melasti di masing-masing desa adat yang dilibatkan hanya 50 orang, karena kita berada pada Level 3 penyebaran Covid-19. Kebijakan ini berlaku sama, baik di Khayangan Tiga atau Dhang Kayangan,” ungkapnya.
Selain membatasi jumlah keterlibatan masyarakat, Agung Sutarja juga mengaskan kepada krama desa adat untuk tidak membawa pratima dalam melaksanakan Melasti. Pelaksanaan upacara yang biasanya dilaksanakan sepekan menjelang Nyepi.
“Dalam pelaksanaan Melasti tetap mengedepankan Protokol kesehetan (Prokes). Termasuk, juga Pratima tidak lunga ke segara (dibawa ke pantai) yang dilakukan hanya upakara saja atau mendak tirta saja,” tegasnya. (Parwata/balipost)
Credit: Source link