Pernah Di-bully, Nafa Salvana Kini Jadi Supermodel Milan Fashion Week

Pernah Di-bully, Nafa Salvana Kini Jadi Supermodel Milan Fashion Week

JawaPos.com – Hanya makan di warung pecel lele, tiba-tiba mendadak jadi supermodel internasional dan terbang ke pekan mode Milan Fashion Week. Kisah hidup itu dialami gadis asal Lhokseumawe, Aceh, Nafa Salvana Yasmin. Dara kelahiran 3 Agustus 1999 ini merupakan mahasiswi desain komunikasi visual di UNIKOM Bandung. Nafa secara mendadak didapuk jadi model di ajang pekan mode dunia, Milan Fashion Week pada Januari 2022 lalu.

Kisah dan nasibnya sangat unik. Jika seseorang mungkin menjadi model harus berjuang dari nol, sekolah, ikut kelas modelling, dan berbagai kompetisi, namun tidak untuk Nafa. Ia diberikan anugerah, rezeki oleh Tuhan secara langsung. Saat itu ia kebetulan sedang makan di warung pecel lele dengan kampusnya, lalu bertemu dengan agensi model. Nafa juga punya pendapat sendiri soal stereotip seseorang disebut cantik.

Bersama Pothelmia Beauty, Nafa merilis sebuah video kisah inspiratif yang mengungkapkan bahwa makna kecantikan bisa berasal dari sebuah keunikan pada setiap individu. Dalam video berdurasi 60 detik tersebut dijelaskan bagaimana Nafa Salvana Yasmin yang dulunya kerap menjadi korban bullying.

“Kami mencoba mengubah stigma tersebut bersama Nafa, karena meyakini bahwa setiap perempuan itu cantik dengan caranya masing-masing, dan tidak ada sebuah standar dalam kecantikan,” ungkap Chief Creative Consultant Pothelmia Beauty, I-van Policarpo baru-baru ini.

Direktur Pothelmia Beauty Pram Ekaputra menambahkan bahwa masing-masing individu hanya perlu memberanikan diri memancarkan sisi keunikannya untuk menemukan rasa percaya dirinya. Masing-masing orang dapat bernilai baik dari diri sendiri maupun sudut pandang orang lain.

Sedihnya saat dibully

Nafa melihat sisi kecantikan dan keunikan dalam dirinya dan berhasil mengembangkan potensi sehingga kini menjadi model internasional yang inspiratif. Nafa mengungkapkan bahwa dinamika standar kecantikan di Indonesia masih ada.

“Banyak perempuan menganggap sebuah kecantikan identik dengan kesempurnaan fisik khususnya dari kulit wajah dan warnanya,” katanya dikonfirmasi JawaPos.com baru-baru ini.

Pola pikir tersebut terpatri saat ini sehingga menjadi fenomena standar sosial. Ia bercerita bahwa dulu dirinya adalah korban bullying.

“Saya merupakan korban bullying, enggak tahu kenapa, mungkin karena kondisi fisik saya yang berkulit gelap. Sedih banget iya, depresi juga, dan yang terpenting pastinya membuat saya jadi enggak nyaman,” ungkap Nafa.

Nafa menambahkan bahwa, beauty standar di Indonesia itu harus lebih putih, langsing, tinggi, dan kulitnya glowing. Standar sosial ini sangat menimbulkan kekhawatiran.

“Sampai pada suatu hari saya pergi ke Milan, Italia, dan disanalah turning point saya. Saya sadar seluruh kekurangan saua bisa menjadi kelebihan di sana dengan sudut pandang yang berbeda. Saya ternyata punya potensi jadi model, dan saat itu terjadi aku mulai lebih aware untuk diri aku sendiri, sehingga lebih merawat diri dan lebih peduli,” katanya

“Dari sini saya sadar bahwa setiap perempuan pasti memiliki sisi kecantikan dan keunikan yang berbeda, tergantung bagaimana kita mengembangkannya, serta kita harus paham bahwa tolak ukur standar sebuah kecantikan setiap orang juga berbeda, jadi stop bullying ya!” tegas Nafa.

“Ketika kita merasa bahagia akan keunikan yang dimiliki, disaat itulah, kita akan merasa cantik dan menawan setiap saat,” tutup Nafa.

Editor : Bintang Pradewo

Reporter : Marieska Harya Virdhani


Credit: Source link

Related Articles