Dirjen PHU Kementerian Agama Prof. Dr. Nizar Ali, MA (foto: Elshinta)
Jakarta – Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Prof. Dr. Nizar Ali menyayangkan aksi menyanyikan lagu ‘Yaa Lal Wathan’ yang dilakukan oleh GP Ansor dan Banser, saat sedang menjalankan ibadah sa’i.
Menurut Nizar, bila dilihat dari kacamata hukum fiqih, tindakan yang dilakukan oleh jemaah GP Ansor dan Banser, memang tidak menyalahi syariat. Namun berbeda halnya ketika dilihat dari aspek etika.
“Kalau bicara fiqih memang tidak ada salahnya. Tapi ini etika. Pelaksanaan umrah dan haji itu kan bukan di negara kita. Jadi harus mengikuti aturan yang diterapkan,” tegas Nizar dalam Seminar ‘Revitalisasi Peran Pembimbing Menuju Profesionalitas dan Kemandirian’, Kamis (1/3) di Mualamat Tower, Jakarta.
Selain soal etika, kata Nizar, hubungan diplomatik Indonesia dan Arab Saudi berpotensi terganggu dengan adanya aksi tersebut. Sebab, seperti yang dijelaskan Kedutaan Besar Arab Saudi sebelumnya, ritual ibadah umrah dan haji seharusnya diisi dengan berzikir dan membaca doa.
“Kalau ini diperbolehkan, nanti bakal ada koor lagu kebangsaan di mas`a,” kata Nizar.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK KBIH) Dr. KH Manarul Hidayat. Manarul menekankan supaya pembimbing umrah merupakan pembimbing yang tersertifikasi.
Hal itu perlu dilakukan supaya aksi mengumandangkan nyanyian dan atau pembacaan Pancasila saat menjalankan ritual haji, tak terulang lagi di kemudian hari.
“Kalau pembimbing yang tersertifikasi, tidak akan ada hal yang seperti itu,” ujar Manarul kepada Jurnas.com.
Selanjutnya, Manarul berjanji akan menindak tegas pembimbing haji dan umrah yang tidak taat aturan saat membimbing jemaah di Tanah Suci.
“Kalau itu travel di bawah kami (KBIH, Red), akan kita beri sanksi teguran,” jawabnya lugas.
TAGS : GP Anshor Banser Kementerian Agama KBIH Umrah
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/29864/Nyanyikan-Yaa-Lal-Wathan-di-Tanah-Suci-Dianggap-Kurang-Etis/