Merdeka Finansial Karena Emas, Jangan Investasi Hanya Karena Ikut-ikut

Merdeka Finansial Karena Emas, Jangan Investasi Hanya Karena Ikut-ikut

JawaPos.com – Lima belas tahun lalu merupakan titik awal Hartono memulai perjalanan investasinya. Pilihannya langsung tertuju pada investasi emas. Alasannya, ia memang berkarir di perusahaan pialang berjangka. Salah satu produk investasi yang menjadi primadona adalah kontrak emas berjangka atau loco gold. ‘’Sehingga saya paham tentang jenis investasi ini,’’ ujarnya kepada JawaPos.com, Selasa (16/8).

Hartono menceritakan, alasan lainnya adalah emas merupakan aset safe haven. Tentu itu berarti instrumen tersebut memiliki nilai yang stabil meski dihantam berbagai situasi ekonomi yang naik turun.

Meski begitu, ia menekankan perlu adanya pengetahuan yang mumpuni tentang mitigasi risiko yang harus dimiliki tiap investor. ‘’Sebab, tiap investasi tentu memiliki risiko. Karena saya merasa sudah memiliki modal cukup dan pengetahuan yang mumpuni, maka saya memutuskan berinvestasi di emas,’’ katanya.

Cerita investasi Hartono bermula pada 2007 silam saat ia bekerja sebagai wakil pialang di PT PT Equityworld Futures (EWF). Di perusahaan pialang itu, ia belajar banyak tentang berbagai instrument trading. Tak hanya emas, indeks saham dan forex juga menjadi pelajaran sehari-harinya.

Di sela pekerjaanya, ia pun merasa perlu menginvestasikan pendapatannya yang selama ini hanya ngendon di tabungan. Keinginan itu terdorong saat terjadi konsisi krisis mortgage di AS. ’’Pikirku, ini momentum bagus untuk investasi di loco gold (emas), tidak boleh dilewatkan. Saya langsung ambil posisi,’’ imbuhnya.

Pria yang berulang tahun setiap 10 Maret itu menceritakan, saat itu, ia memiliki modal Rp 150 juta. Menurutnya, modal itu terbilang kurang untuk diinvestasikan. Ia lantas nekat meminjam uang kepada keluarga dan kerabatnya. Pendapatan bunga dari pinjaman ia janjikan kepada mereka. Alhasil terkumpul modal Rp 500 juta.

Sebagai orang yang bekerja di perusahaan pialang, ia menerapkan ilmu yang dimilikinya. Salah satunya soal mitigasi risiko. Hartono membatasi kerugian sebesar 30 persen dari modal awal. ’’Saya akan memilih cut loss jika menyentuh angka tersebut,’’ jelasnya.

Sebagai investor, tentu perjalanan Hartono tak selalu mulus. Selain keuntungan, kerugian pernah ia alami. Ia pernah merugi saat trading emas. Namun karena selalu menerapkan mitigasi risiko dalam berinvestasi, maka kerugian yang dirasakan tidak terlalu dalam. Saat itu, ia tetapkan maksimal kerugian 20 persen. Kalau sudah mencapai angka tersebut maka langsung cut loss.

Dengan prinsip itu, ia mendapat untung besar. Dalam kurun waktu tiga tahun, harga emas melonjak dari USD 900-an per ons troi menjadi USD 1.800 per ons troi, seiring pecahnya bubble properti di berbagai negara.

’’Hasil investasi ini pun membuat saya dapat membeli sebuah rumah sebagai aset investasi terbaru. Tepatnya tahun 2012, harga properti sedang jatuh, dan saya memutuskan membeli rumah di Surabaya dengan harga murah,’’ kata pria yang gemar wisata kuliner itu.

Telaten investasi membuatnya mengalokasikan portfolio tak hanya pada satu instrumen. Kini ia memiliki portofolio 50 persen pada emas, 30 persen untuk property, dan 20 persen untuk trading futures.

Hartono yang kini menduduki kursi Direktur EWF itu pun mengingatkan pentingnya mengantisipasi berbagai kerugian yang mungkin timbul. Caranya yakni dengan mitigasi risiko dan trading plan yang jelas. ’’Pahami betul cara analisisnya, mengetahui risikonya, dan mempersiapkan mitigasi risikonya. Paling penting ialah saya tidak berinvestasi hanya karena sebatas ikut-ikutan dan fokus mengejar keuntungan,’’ katanya.

Editor : Dinarsa Kurniawan

Reporter : Dinda Juwita


Credit: Source link

Related Articles