Gapmmi Cermati Tantangan Industri Mamin Tahun Depan, Utamanya di Harga

Gapmmi Cermati Tantangan Industri Mamin Tahun Depan, Utamanya di Harga

JawaPos.com – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengungkapkan bisnis makanan dan minuman atau mamin akan tetap tumbuh pada 2023. Diantaranya didorong oleh permintaan domestik dan global yang masih aman, terlebih tahun depan puasa dan Lebaran akan maju lebih awal.

“Kita terus bicara kepada retailer untuk terus menyiapkan ketersediaan di puasa dan Lebaran. Sampai September kemarin, ekspor mamin itu naik 22 persen dan ini menunjukkan (pertumbuhan). Meskipun masa krisis, namun permintaan global itu meningkat dan ini terus kita dorong. Artinya, kebutuhan dalam negeri juga naik dan terus tumbuh,” kata Adhi kepada JawaPos.com di JIExpo Kemayoran, Rabu (9/11).

Selain itu, ia juga optimistis bahwa pangsa pasar pada 2023 akan terus naik. Ini salah satunya ditunjang oleh konsumsi rumah tangga yang tercatat tinggi sebesar 5,39 persen pada kuartal III 2022.

Meski begitu, Adhi mengungkapkan ada hal yang menjadi tantangan tahun depan bagi pelaku usaha mamin, yaitu persoalan harga. Menurutnya, tantangan ini erat kaitannya dengan persoalan bahan baku, cuaca hingga geopolitik.

“Saya kira tantangan tahun depan itu persoalan harga perlu kita waspadai. Karena memang banyak sekali bahan baku yang memang terpengaruh akibat perubahan cuaca, geopolitik dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Meski begitu, Gapmmi yakin bahwa ketersediaan bahan baku bagi Indonesia masih aman. Hal ini sejalan dengan komitmen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menjamin soal keamanan stok bahan baku.

Di lain sisi, Gapmmi menjelaskan, persoalan ketenagakerjaan di perusahaan makanan dan minuman juga dipastikan aman. Sebab, kata dia, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan terkait pengurangan karyawan.

Ia menyebut, pihaknya justru per November 2022 ini, sudah melakukan persiapan ketersediaan makanan dan minuman khususnya konsumsi rumah tangga untuk Hari Raya Idul Fitri di tahun 2023.

“Sementara masih aman, sampai sekarang belum ada laporan adanya PHK atau pengurangan karena kita masih yakin dan optimis apalagi kita ini sudah persiapan lebaran,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 10.765 pekerja per September 2022. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, angka ini masih lebih rendah dibandingkan kasus PHK pada 2 tahun sebelumnya.

Ia menyebut, PHK pada awal pandemi Covid-19 yakni pada tahun 2020 melonjak menjadi 386.877 kasus. Padahal sebelumnya, pada 2019 tercatat tembus 18.911 kasus.

“Kalau kita lihat kasus pemutusan hubungan kerja 2019 sampai dengan September 2022, PHK cukup tinggi terjadi pada tahun 2020 ketika kita mengalami pandemi Covid-19. Ini data per September yang diinput sejumlah 10.765 (kasus PHK),” kata Ida Fauziyah dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11)

Ida menjelaskan, angka meningkat pada tahun 2020 kemudian menurun menjadi 127.085 kasus PHK pada 2021. Lalu, angkanya kembali turun menjadi 10.765 kasus per September 2022.

Pada 2023 mendatang, Ida mewanti-wanti pengusaha dan perusahaan untuk tidak melakukan PHK. Meskipun ada ancaman dampak resesi ekonomi global.

Ida menekankan kepada pengusaha bahwa PHK adalah pilihan terakhir. Artinya, perlu dilakukan beberapa upaya alternatif lebih dulu sebelum akhirnya perusahaan mengambil langkah pengurangan karyawan.

“Sekali lagi ingin saya katakan bahwa PHK benar-benar pilihan terakhir, jika sudah tidak ada pilihan lagi setalah alternatif-alternatif itu dilakukan,” tandasnya.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : R. Nurul Fitriana Putri


Credit: Source link

Related Articles