DENPASAR, BALIPOST.com – Diresmikannya Pelabuhan Segitiga Emas, Sanur di Denpasar, Sampalan di Nusa Penida, dan Bias Munjul di Nusa Ceningan Kabupaten Klungkung oleh Presiden RI, Joko Widodo didampingi Gubernur Bali, Wayan Koster mendapatkan apresiasi. Ucapan terima kasih dari pemerintah, eksekutif dan legislatif di kabupaten/kota, masyarakat hingga seniman maupun arsitek tradisional Bali, karena terwujudnya pelabuhan ini dinilai sebagai fasilitas lompatan Peradaban Infrastruktur Era Baru.
Dengan terwujudnya ketiga pelabuhan tersebut, salah satunya Pelabuhan Sanur di era kepemimpinan Gubernur Koster dinilai sangatlah bagus. Salah satu warga yang juga merupakan musisi, Ida Bagus Arta Suartika meyakini pelabuhan ini akan mampu memberikan memberikan rasa aman, nyaman kepada masyarakat dan wisatawan yang akan berlabuh dari Sanur menuju Nusa Penida.
“Saya sebagai musisi, dulu membawa alat musik harus menunggu ombak reda terlebih dahulu agar bisa menuju kapal boat. Namun sekarang dengan dibanggunnya Pelabuhan Sanur, tidak ada lagi cerita masyarakat, wisatawan, termasuk seniman yang ingin nyebrang dari Sanur menuju Nusa Penida harus buka sepatu, sandal, sampai basah-basahan,” ujar pria asal Sanur yang akrab dipanggil Gus Rajes ini.
Ia berharap Pelabuhan Sanur memberikan kontribusi pendapatan untuk Kota Denpasar.
Sementara Arsitek terkemuka asal Bali, Nyoman Popo Danes menyebut pembangunan Pelabuhan Sanur tidak saja dibuat untuk fungsional, akan tetapi pembangunannya menghadirkan karakter alam serta budaya Bali yang mampu menjadi ikon untuk menumbuhkan kebanggaan masyarakat lokal di Sanur. Ikon dalam Pelabuhan Sanur ialah Jukung Mecadik dengan bermotifkan Gajah Mina.
Dulu Jukung Mecadik di bagian kepalanya dibuat kepala gajah dan di bagian ekornya dibuat ekor ikan. Jadi prinsip inilah yang kami transformasikan ke dalam bentuk arsitektur dengan mengimplementasikan elemen Jukung Mecadik ke dalam bangunan terminal Pelabuhan Sanur.
Secara filosofi, Nyoman Popo Danes menyatakan Gajah Mina pada Jukung Mecadik bisa dilihat dari gajah yang bermakna mewakili daratan, karena tinggalnya di hutan, sehingga gajah bisa dibilang mewakili simbol maskulin, dan ikan yang tinggalnya di laut mewakili simbol feminim. Ini juga seperti konsep Lingga dan Yoni, karena ada tuntutan untuk selalu menumbuhkan keseimbangan di dalam pembangunan.
“Ada sebuah pesan yang bisa diartikan pada Gajah Mina, yaitu apabila kita sedang melaut mencari ikan, diharapkan kita kembali ke rumah gajah yakni ke daratan dengan selamat. Sekarang Pelabuhan Sanur telah menjadi fasilitas infrastruktur perhubungan laut yang tercatat dalam sejarah sebagai lompatan peradaban infrastruktur era baru. Untuk itu, kita mengapresiasi usaha Gubernur Bali, Bapak Wayan Koster yang telah membangun infrastruktur perhubungan laut, karena sudah cukup lama dilakukan pembiaran operasi kapal boat secara tidak nyaman, hingga masyarakat ada yang nyemplung ke laut sampai basah – basahan,” jelas Popo.
Ia menyebut Pelabuhan Sanur telah menjadi ikon daya tarik wisata baru Kota Denpasar, selain menampilkan bangunan Jukung Mecadik, ada juga ornamen flora dan fauna laut di bagian bangunan. Seniman Sanur juga ikut terlibat menyumbangkan karya seni lukisan dinding (mural) yang bertemakan bahari, dan hal inilah yang membuat masyarakat mempublikasikan Pelabuhan Sanur sampai ke media visual.
Selanjutnya dengan terwujudnya Pelabuhan Sampalan di Nusa Penida dan Bias Munjul di Nusa Ceningan, kata Ketua DPRD Klungkung, Anak Agung Gde Anom, harus sangat disyukuri. “Pelabuhan ini terwujud melalui proses yang tidak mudah, sehingga Klungkung bersyukur memiliki Gubernur Bali, Wayan Koster yang sangat bekerja keras berjuang ke Pemerintah Pusat, hingga akhirnya 2 Pelabuhan terbangun sekaligus di Klungkung untuk melayani masyarakat dan wisatawan ke Pulau Nusa Penida. Masyarakat sangat senang, bahagia terbangunnya 2 pelabuhan monumental ini, karena memberi rasa aman dan nyaman,” ujar Anak Agung Gde Anom seraya menghaturkan terima kasih kepada Gubernur Koster.
Guna menjaga kualitas pelayanan publik di Pelabuhan Sampalan dan Pelabuhan Bias Munjul, Ketua DPRD Klungkung yang memiliki tugas di bidang pengawasan ini lebih lanjut mengajak Pemerintah Kabupaten Klungkung pada khususnya, untuk ikut serta berpartisipasi menciptakan pengelolaan kedua pelabuhan tersebut secara profesional, karena citra pariwisata Nusa Penida akan semakin meningkat pasca terbangunnya 2 infrastruktur laut ini, dan secara otomatis Klungkung akan mendapatkan manfaat, tidak saja dampak ekonomi ke masyarakat, namun Peningkatan PAD Klungkung juga ikut meningkat.
“Pelabuhan Sampalan dan Pelabuhan Bias Munjul adalah pintu gerbangnya Nusa Penida, jadi kedua pelabuhan ini harus dirawat dengan profesional dan penuh tanggungjawab, termasuk kebersihannya,” tegasnya.
Ia mengharapkan Pelabuhan Sampalan dan Pelabuhan Bias Munjul khususnya, bisa meningkatkan kualitas pelaksanaan Perda Nomor 5/2018 tentang Perubahan Atas Perda No 30 Tahun 2013, tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Sehingga tidak ada lagi kasus kebocoran tiket retribusi wisatawan yang ke Nusa Penida.
Sedangkan Tokoh masyarakat sekaligus Anggota DPRD Klungkung, Dapil Nusa Penida, Made Satria menyatakan, bahwa masyarakat Nusa Penida sangat berterima kasih dan mengapresiasi yang setinggi-tingginya atas perjuangan, kerja nyata Gubernur Koster, karena telah mewujudkan hayalan, impian masyarakat di Nusa Penida.
“Dulu kami harus mengangkat celana, melepas sepatu atau sandal, dan basah-basahan menuju kapal boat, tapi kini hal itu tidak terjadi lagi, karena kami telah memiliki pelabuhan yang representatif, aman, nyaman, tenang, dan indah berkat kepemimpinan Bapak Wayan Koster yang visioner. Saya meyakini pelabuhan ini akan menjadi magnet untuk menarik minat wisatawan yang mau berkunjung ke Nusa Penida, hingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi,” pungkas Made Satria. (kmb/balipost)
Credit: Source link