Latih Keterampilan Diri Anak Hindari Perundungan

Latih Keterampilan Diri Anak Hindari Perundungan

Kejadian perundungan masih saja terjadi di lingkungan pendidikan. Biasanya, pelaku bullying menargetkan anak yang tidak percaya diri dan dianggapnya lemah. Apabila si korban punya self-esteem yang tinggi, hal itu membuatnya lebih berani menghadapi pelaku bullying dan speak up.

“SEBALIKNYA, anak dengan self-esteem rendah menjadi sasaran empuk pelaku perundungan karena merasa apa yang dikatakan itu betul. Reaksinya pun akan menerima, pasrah jadi korban, bahkan menangis,’’ ujar Fini Rahmatika MPsi.

Karena itu, orang tua perlu membangun self-esteem anak sejak dini. Ajarkan kepada si kecil bahwa dirinya berharga. Ketika dia merasa tidak nyaman dengan perlakuan yang didapat, itu sudah termasuk bullying.

’’Beri tahu mereka bahwa jangan pernah izinkan orang lain untuk mengganggu dalam bentuk apa pun karena dirimu itu berharga. Baik itu gangguan secara verbal, emosional, maupun fisik,’’ tuturnya.

Tentu, membangun self-esteem butuh proses. Di situlah pentingnya meluangkan waktu bersama anak. Kebiasaan itu membangun hubungan yang solid. Anak akan merasa dipedulikan. ’’Kita tidak bisa memantau anak 24 jam sehingga keterampilan diri itu penting. Tiba-tiba menuntut anak harus berani kalau tidak pernah diajarkan, ya susah,’’ ungkap Fini.

Psikolog di Pusat Layanan Keluarga Sejahtera (Pusyangatra) BKKBN Jawa Timur itu juga menyebut pentingnya mengenali karakter anak. Anak yang tipikal pemalu dan tidak suka berkonflik perlu dilatih menghadapi kondisi seperti perundungan.

’’Bisa diajak role-play. Misalnya, kalau ada yang mengatai kamu seperti ini bagaimana perasaanmu, atau kalau ada yang dorong begini, kamu dorong balik. Itu kita ajarkan bahwa dia harus peka terhadap dirinya juga,’’ jelasnya.

Fini melanjutkan, menghadapi bullying memang serbasalah. Diam salah, melawan pun salah. Meminta anak sabar dan sebisa mungkin menghindar belum tentu aman. Justru akan terus dikejar. Di sisi lain, saat anak memilih speak up, sering kali itu menjadi bumerang. Dia bisa semakin dimusuhi.

’’Seperti itu pengalaman yang sering saya temui. Di sini pentingnya penguatan ortu sebagai support system utama. Melawan untuk menjaga pride atau melindungi diri itu tidak apa-apa. Apalagi kalau tidak salah, tidak perlu takut,’’ bebernya.

Ajarkan pula pada anak untuk menyatakan ketidaksukaannya dengan perlakuan yang diterima. Termasuk bertanya kepada pelaku mengapa berlaku demikian. Namun, dibutuhkan keberanian besar. Jangan menunjukkan gestur takut atau terintimidasi. Hal itu bisa dilatih di rumah.

Melapor ke guru, bahkan bercerita ke ortu pun, tidak semua anak berani. Jika tidak terbiasa, anak akan susah untuk memulai speak up. Hal itu bisa dilatih dalam kegiatan sehari-hari. Salah satunya saat berargumen dengan anak.

’’Ortu harus melihat dari sudut berbeda. Ketika anak membantah, apakah dia melawan atau sebenarnya sedang mengungkapkan pendapatnya. Kalau kita tidak membiarkan dia menyalurkan aspirasinya, dia tidak akan terbiasa speak up,’’ jelas Fini.

Pendidikan rumah dan sekolah harus bersinergi. Bukan hanya ortu yang harus mengedukasi, sekolah pun harus peka dengan segala tindakan yang mengarah pada bullying.


*) Fini Rahmatika MPsi Psikolog, psikolog di Pusyangatra BKKBN Jawa Timur


Credit: Source link

Related Articles