JawaPos.com – Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiasnyah mengakui penyaluran dana desa di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berjalan optimal, dan mampu meningkatkan infrastruktur di pelosok desa.
“Kalau saya melihat, penyaluran dana desa selama ini sudah berjalan optimal yah. Artinya, meningkatnya infrastruktur di desa terutama jalan-jalan, jembatan, dan akses ke desa ini relatif sudah mengalami kemajuan signifikan,” kata Trubus saat dihubungi, Senin (12/12).
Menurut Trubus, jika penyaluran sudah berjalan optimal maka dipastikan akan terserap dengan baik, hal itu terlihat dengan tidak adanya komplain dari masyarakat.
“Berarti, dana desa ini sudah terserap dengan baik. Itu yang utama. Yang kedua, kita melihat juga tidak ada konflik-konflik di desa. Di desa tidak ada konflik-konflik yang terkait pelaksanaan pembangunan. Kalau dulu kan, sebelum ada dana desa itu sering kali masyarakat menolak karena tanahnya dipakai untuk pelebaran jalan,“ ucapnya.
“Itu dulu, kalau sekarang sudah enggak ada. Karena mereka yang menolak sudah dikasih ganti rugi. Ini menunjukkan dana desa ini meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terlihat dari tingkat ini, kan,” sambungnya.
Selain pembangunan infrastruktur, dana desa juga mampu menjaga inflasi di daerah, karena pertumbuhan ekonomi di desa sangat baik dengan adanya dana desa dari pemerintah pusat.
“Inflasi kita yang sampai hari ini masih terjaga dan perekonomian di desa relatif tumbuh. Tidak ada kelaparan, selama Pandemi tidak ada yang terdengar mati gara-gara kelaparan. Artinya, dana desa bermanfaat dalam menolong mereka yang terdampak Covid karena PSBB, PPKM,” akuinya.
Trubus pun mengakui penyaluran dana desa sudah sangat terbuka, itu terlihat dari keterbukaan program-program kerja mereka. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan lagi keterbukaan terkait penyaluran dana desa tersebut.
“Kalau penyaluran, menurut saya ini ada kaitannya dengan keterbukaan dalam program-programnya. Menurut saya ini yang harus ditingkatkan, masalah transparansi dalam penyaluran. Misalnya, suatu desa A, itu ketika mendapat dana dari pusat, yang tahu itu hanya kepala desa dan perangkatnya doang. Masyarakat gak tahu, masyarakat gak bisa mengakses,” jelasnya.
Meski diakui sudah optimal, pemerintah pusat yang memiliki kewenangan penuh untuk mengontrol penggunaan dana desa ini, harus mengetahui secara jelas penyalurannya karena ada kejadian-kejadian diskriminatif dari pemerintah desa kepada masyarakatnya.
“Terkait dengan akuntabilitas publik, selama ini banyak kali program-program yang (maaf saja) kalau kepala desa itu dipilih langsung oleh rakyatnya, mereka yang tidak memilih atau berlawanan itu sering kali kurang mendapatkan perhatian. Jadi, sering ada perlakuan diskriminatif,” bebernya.
Akademisi Universitas Tri Sakti itu pun mengapresiasi keterbukaan pemerintah desa yang setiap mendapatkan bantuan dana desa, mereka selalu terbuka kepada masyarakat dan juga bersama-sama mengusulkan program-program kerja ke pemerintah desa.
“Ketika anggarannya cair, itu kemudian kepala desa itu mengumpulkan warganya, RT, RW, terus masyarakat itu disuruh semacam musyawarah. Itu mengusulkan program-program itu secara transparan. Jadi asas keadilan, RT A yang jumlah penduduknya lebih banyak dari RT B, misalanya yah tentu yang lebih banyak mendapatkan anggaran yang lebih banyak penduduknya, tetapi selama ini sering dipukul rata, disamakan,” ungkap Trubus.
“Infrastruktur sudah bagus dan perlu ditingkatkan, dioptimalkan adalah mengenai tranparansi, itu yang penting. Kemudian, soal partisipasi publiknya bagaimana masyarakat misalnya kayak penyandang disabilitas itu harusnya mendapat bantuan yang lebih. Jadi, tiap tahun lebih tidak disamakan dengan mereka yang masih sama-sama miskin tapi mereka yang disabilitas harusnya lebih banyak,” pungkas Trubus.
Credit: Source link