JawaPos.com – Pemerintah diharapkan tidak memaksakan kebijakan zero Over Dimension Over Load (ODOL) mulai tahun depan. Sebab bisa menaikkan ongkos logistik atau pengiriman.
Kondisi ini sangat memberatkan pelaku industri ekspedisi di tengah himpitan krisis ekonomi global. Analisa tersebut disampaikan anggota Komisi V DPR Sudewo.
Politikus Partai Gerindra itu menegaskan implementasi kebijakan zero ODOL perlu hati-hati. Dia meminta Kememterian Perhubungan (Kemenhub) tidak seenaknya menerapkan kebijakan baru tersebut.
Diantara yang menjadi sorotan Sudewo adalah, kebijakan zero ODOL bakal berdampak kenaikan ongkos logistik atau pengiriman barang. Diarmbuat simulasi, ongkos pengiriman paket logistik dari Jakarta sampai Semarang selama ini bisa Rp 10 juta.
Dengan adanya aturan zero ODOL itu, ongkos pengiriman dari ibu kota ke Semarang bisa naik Rp 3 juta. Dia mengungkapkan, sebenarnya Komisi V DPR sudah berkali-kali melakukan rapat dengan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub untuk membahas tentang Zero ODOL ini.
“Tampaknya mereka sudah dengan tekad yang bulat untuk menyelenggarakannya mulai dari awal tahun 2023 depan,” katanya kepada wartawan Selasa (20/12).
Dia melihat belum ada kesiapannya dan bagaimana menghadapi dan mengantisipasi dampak resiko dari aturan zero ODOL itu. Sudewo mengatakan setuju sekali bahwa keberadaan kendaraan atau truk ODOL berdampak terhadap berbagai hal.
Seperti terjadinya kerusakan jalan, serta menjadi faktor penyebab terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Tetapi bila ditertibkan secara sporadis, maka harus ada perhitungan dampak dan resiko secara menyeluruh terhadap perekonomian.
“Namun, sayang sekali Kemenhub maupun Kementerian Perindustrian tidak melakukan survei yang mendetail terhadap apa yang kiranya terjadi apabila Zero ODOL ini dilaksanakan,” jelasnya.
Dia melihat Kementerian Perindustrian lebih maju karena bisa menyajikan data kemungkinan terjadinya inflasi sebesar 1,2 persen sampai 1,5 persen. Meskipun menurutnya survei ini belum begitu detail.
Sedangkan Kementerian Perhubungan, tampaknya belum melakukan survei mendetail dampak Zero ODOL ini bila diterapkan pada 2023. Dia sependapat sekali dengan beberapa pakar bahwa dengan dilaksanakannya zero ODOL, pemerintah harus menghitung ulang berapa ongkos transportasi.
Kemudian berapa ongkos logistik yang harus kita keluarkan dan itu menjadi penting untuk mengambil kebijakan. Hal lain yang juga harus dilihat menurut Sudewo adalah berapa kendaraan yang bertambah serta kapasitas jalan yang ada sekarang ini.
Dari sejumlah pertimbangan tadi, dia berharap sebelum menerapkan kebijakan zero ODOL, Kemenhub melakukan survei secara detail. “Jangan sampai dengan niat baik ini, penegakan hukum mengurangi resiko kemacetan lalu lintas, mengurangi resiko kerusakan jalan, tetapi dampak yang ditimbulkan justru malah lebih besar,” paparnya.
Untuk diketahui rencana penerapan Zero ODOL Januari 2023 ini juga mendapat penolakan dari kalangan industri yang akan terdampak langsung. Seperti industri logistik, keramik, semen, kelapa sawit, pupuk, besi baja, pengusaha sembako serta makanan dan minuman.
Penolakan juga datang dari pengusaha truk dan supir truk yang tidak sedikit merupakan pengusaha UMKM yang mengantar sembako dari sentra sentra produksi.
Sebelumnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merespon adanya desakan penundaan kebijakan zero ODOL tersebut. Direktur Lalu Lintas Jalan Kemenhub Cucu Mulyana mengatakan, mereka berjanji akan melakukan jalan terbaik soal aturan zero ODOL tersebut.
Kemenhub siap membicarakan kembali ihwal aturan zero ODOL yang diantaranya untuk keselamatan pengguna jalan itu. Termasuk membicarakan soal dampaknya.
“Jadi, perekonomian harus kita jaga,” katanya.
Tetapi dia juga mengatakan aspek keselamatan pengguna jalan juga harus kita jaga. Untuk itu jangan sampai ada salah satu yang dikorbankan.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Hilmi Setiawan
Credit: Source link