Ada Anak Diberi Uang Hingga Bosan PJJ

by

in

JawaPos.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan masih adanya anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi. Termasuk unjuk rasa terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) minggu lalu. Bahkan, ada diantaranya yang dibayar untuk aksi tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra ketika melakukan pemantauan demo UU Ciptaker di kawasan Monas. Kata dia, suasana saat itu di lokasi mengkhawatirkan.

“Cukup tegang pemandangan anak anak yang terus di desak mundur, dengan terus mereka melempari pasukan Kepolisian,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Rabu (14/10).

Dia pun bercerita mengenai mirisnya kehidupan anak di masa pandemi ini. Kala itu, waktu menunjukkan pukul 13.30 WIB, di mana dia sendiri tengah berada di dekat patung kuda untuk berbaur dengan massa anak yang hadir di lokasi.

“Ribuan anak nampak di dalam massa yang memadati lingkaran patung kuda dan depan pintu Monas,” akunya.

Setelah melakukan pendekatan saat di lapangan, Jasra mengatakan, ada anak yang mengaku dirinya datang dari Cengkareng dengan menggunakan mobil bak sampai Harmoni. Alasan mereka ikut aksi unjuk rasa, kata dia, karena bosan harus terus menerus melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“Kata mereka meski PJJ tapi lama lama hanya tugas yang diberikan guru. Sehingga mereka libur panjang dan sering nongkrong. Teman sebelahnya berseloroh (menyahut) sekarang lebih banyak tawuran,” katanya.

Masih di lokasi yang sama, dia melihat anak-anak lain yang ikut berdemo, diperkirakan mereka masih ada di jenjang pendidikan dasar. Kemudian, di tangan anak tersebut, dia melihat memegang uang lembaran Rp 5 ribu.

“Saya berseloroh di depan mereka ‘wah duitnya bagus nih dan rokoknya’ mereka menjawab itu ada Abang Abang yang ngasih. Mereka kemudian lanjut, nampak seorang Ibu penjual berteriak ‘rokok ketengan rokok ketengan’, kemudian mereka membeli. Setelah itu mereka menuju gerobak jualan es,” ungkapnya.

Selain itu, ada pula alasan karena orang tua. Seperti siswa kelas 2 SMP dari Tanjung Priok, yang mengaku ikut aksi karena tidak tega melihat orang tua tak istirahat dalam bekerja, kecuali Minggu. “Saya juga menghampiri anak perempuan, ia mengaku sekolah di SMK Jatinegara. Ia datang ke lokasi, diajak teman temannya. Dan ia mulai bosan PJJ katanya,” tambah dia.

Ada lagi anak SMP yang mengaku naik kereta dari Tanggerang ke lokasi demo. Akunya, dia datang karena diajak teman di sosial media berbentuk sebuah grup. Alasan lainnya adalah situasi di rumah yang tidak ada pengawasan, karena orang tuanya bercerai.

“Situasi anak-anak dalam demo demonstrasi kelihatan berkelompok dan tidak memperhatikan orasi dari mobil komando,” tuturnya.

Dia pun mengatakan bahwa anak-anak menjadi kelompok rentan di dalam lautan massa seperti ini, apalagi kondisi pembatasan selama pandemi, menambah ketertekanan anak. Tentu dengan membanjirnya informasi ini, menyebabkan anak anak mudah terlibat, akibat kondisi psikologis mereka.

Ditambah kepemahaman mereka yang masih dalam tahap berkembang disertai emosional yang belum stabil. Maka memudahkan anak anak menjadi martir kekerasan.

KPAI sangat khawatir bila kondisi ini terus berlangsung berhari hari. Maka trennya anak anak akan semakin banyak yang terlibat. Dan kecenderungn demonstrasi rusuh selalu melibatkan anak anak. Karena mereka tidak sekuat orang dewasa dan muda terpengaruh.

Untuk itu, pihaknya pun akan mengajak pihak terkait untuk membahas pelibatan anak-anak dalam aksi ini. “KPAI akan segera melaksanakan Sidang Pleno dengan memanggil lintas Kementerian dan Lembaga, OKP Pelajar berbasis agama, Ormas dan Forum Anak Nasional dalam urun rembug situasi yang melibatkan anak anak ini,” pungkasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

 

Editor : Nurul Adriyana Salbiah

Reporter : Saifan Zaking


Credit: Source link