JawaPos.com – Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menegaskan, pihaknya menolak agenda revisi Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) untuk menempatkan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil.
“Kami tegaskan, agenda Revisi UU TNI untuk Menempatan Prajurit TNI pada Jabatan Sipil Bentuk Kemunduran Demokrasi dan Melemahkan Profesionalisme Militer,” ujar Al Araf dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Jumat (12/8).
Al Araf menjelaskan, Centra Initiative menolak agenda revisi Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) untuk menempatkan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil di kementerian/lembaga yang dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
“Kami menilai upaya melibatkan kembali TNI ke urusan sipil akan mengembalikan dwifungsi ABRI kembali seperti pernah terjadi pada masa orde baru,” tuturnya.
Di masa lalu, TNI (dahulu ABRI) tidak hanya terlibat dalam urusan pertahanan tetapi juga ikut campur dalam urusan sosial politik. Hasilnya, struktur pemerintahan sipil di pusat maupun di daerah serta di parlemen banyak di isi oleh anggota militer aktif. Hal ini secara politik menjadi penopang utama rezim politik otoriter orde baru.
Menurutnya, agenda menempatkan TNI aktif dalam jabatan sipil merupakan bentuk pengingkaran agenda reformasi karena upaya mencabut doktirn dwifungsi ABRI adalah salah satu agenda penting dari agenda reformasi 1998. Jika agenda itu terus dilakukan pemerintah, maka hal itu menunjukan kegagalan Pemerintah dalam melanjutkan amanat reformasi yang telah berhasil menghapuskan doktirn dwifungsi ABRI, serta merupakan bentuk kemunduran dari agenda reformasi TNI.
“Dalam UU TNI nomer 34 tahun 2004 yang berlaku saat ini, militer aktif hanya dapat menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional (Pasal 47 ayat 2 UU TNI),” ujarnya.
Agenda untuk memperluas penempatan TNI aktif dalam jabatan sipil melalui revisi UU TNI adalah siasat untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara.
Ombudsman RI sendiri mencatat sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Bahkan, belakangan ini sudah ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Menurutnya, secara hakikat, TNI memiliki dimensi kultural, struktural, doktrin, maupun organisasional yang berbeda dengan organisasi pemerintahan sipil. Prajurit TNI dididik untuk bertempur menghadapi peperangan, bukan untuk melayani masyarakat layaknya lembaga pemerintahan sipil.
Untuk itu TNI harus dikembalikan pada ruangnya dan fokus pada fungsi utamanya untuk melindungi dan mempertahankan negara dari ancaman perang. TNI harus fokus pada agenda reformasi institusinya menuju TNI yang lebih profesional yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas.
Kami menilai penempatan prajurit TNI dalam pemerintahan sipil bukan merupakan solusi yang tepat dalam menyelesaikan persoalan surplus perwira tinggi. Alih-alih menjadi solusi, justru terlibatnya TNI di ruang pemerintahan sipil hanya akan menimbulkan permasalahan baru.
Credit: Source link