Sirra Prayuna (kiri) saat menjadi kuasa hukum Ahok.
Jakarta – Tim kuasa hukum Chirstoforus Richard mengkritisi tiga saksi verbalisan yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara Surat Palsu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/12/2017). Tim kuasa hukum menyebut terjadi keteledoran dari para penyidik Mabes Polri atas pengakuan para saksi tersebut.
Sira Prayuna, salah satu kuasa hukum Chirstoforus Richard menilai, para penyidik kedapatan tidak mendalami petunjuk Jaksa Penuntut Umum dalam P19. Dimana petunjuk yang dimaksud terkait dengan surat pernyataan tanggal 30 September 2013 terkait penguasaan lahan fisik atas SHGB Nomor 72 dan Nomor 74, untuk dilakukan laboratorium forensik.
Menurut Sirra, hal itu dapat terlihat dalam persidangan saat para saksi tersebut tidak bisa menjawab ketika dikonfirmasi dalam persidangan soal tindakan apa yang dilakukan untuk memenuhi petunjuk Kejaksaan Agung RI. Padahal, lanjut Sirra, proses pendalaman seharusnya dilakukan dengan sempurna. Selain itu, terdapat pula pencabutan keterangan saksi Hendra Lesmana dan Saksi Joko.
“Karena bertentangan antara keterangan yang sudah dimuat di Berita Acara Pemeriksaan yang dicabut oleh saksi sebelumnya, dan kemudian keterangan pada hari ini kita verifikasi habis-habisan,” kata Sirra, di Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Hal tak jauh berbeda juga disampaikan pengacara lain, I Wayan Sudirta. Dikatakan Wayan, para saksi yang dihadirkan tidak bisa menjelaskan, mengapa pasal yang semula dikenakan pada kliennya, yakni Pasal 266, berubah ke Pasal 263 KUHAP. Wayan menyebut para saksi tidak dapat menjelaskan pembelokan pasal tanpa pencabutan laporan lama dan ada laporan baru.
“Tidak bisa saksi menjawab,” ungkap Wayan.
Ditegaskan Wayan, seharusnya sejak ada Sprindik maka para penyidik wajib mencari dua alat bukti permulaan. Sementara beberapa bulan kemudian, Kejaksaan Agung RI menyatakan tidak ada bukti-buktinya.
“Lalu kenapa orang bisa jadi tersangka?,” cetus dia.
Selain itu, yang juga diprotes adalah surat BPN Bali tertanggal 30 September 2013. Surat itu berupa fotokopian. Diungkapkan Wayan, seluruh pegawai BPN Bali tidak mengetahui adanya surat itu.
“Siapa yang membuatnya? Ada aslinya apa tidak, ada kebohongan tidak di surat itu? Sampai sekarang surat misterius surat tertanggal 30 September 2013, itu misterius siapa yang membuatnya,” ucap Wayan.
“Tanpa surat asli kok bisa berkasnya maju,” ditambahkan Wawan.
Sebab itu, tegas Wayan, perkara ini seakan dipaksakan tanpa ada landasannya. Dia juga menyebut perkara ini abal.
“Siapa yang melihat persidangan dan baca berkas ini, pasti tertawa,” ujar dia.
TAGS : surat palsu PN Jakarta Selatan persidangan
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/26393/Aneh-Tak-Ada-yang-Bisa-Jelaskan-Surat-Misterius-BPN-Bali/