JawaPos.com – Kemudahan transaksi juga dibarengi risiko kejahatan dunia maya. Modus penipuan juga makin canggih dan beragam. Belakangan, marak nasabah perbankan yang menjadi korban praktik rekayasa sosial alias social engineering (soceng).
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan, kerap menerima aduan nasabah terkait soceng. Yakni, mengelabui atau memanipulasi psikologis korban agar bisa mendapatkan informasi data pribadi atau akses. Akibatnya, rekening bisa dibobol.
Biasanya, pelaku melakukan pendekatan komunikasi secara persuasif. Mengaku sebagai pihak bank menawarkan menjadi nasabah prioritas, kartu kredit, biaya transfer gratis, bahkan menyampaikan sesuatu yang penting dan mendesak.
Dengan begitu, korban larut dengan suasana senang atau panik dan tanpa sadar menjawab serta mengikuti instruksi pelaku. “BRI sangat concern dengan hal ini, makanya kami secara terus menerus malakukan edukasi kepada masyarakat, khususnya pelaku UMKM, oleh penyuluh digital,” kata Supari kepada Jawa Pos, Selasa (21/6).
Terdapat tiga aktivitas dalam edukasi keuangan digital tersebut. Yakni, membantu membuka rekening secara digital, memberikan pemahaman penggunaan fitur-fitur layanan digital BRImo, dan mengedukasi jenis kejahatan digital.
“Kami tekankan, memang semua transaksi mudah lewat smartphone. Tapi ingat, kode PIN, password, dan OTP itu rahasia. Jadi harus diingat betul dan jangan diberitahu ke orang lain, sehingga mereka terhindar dari kejahatan digital,” bebernya.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menegaskan, soceng sangat berbahaya. Pelaku kejahatan soceng akan berusaha mengambil data dan informasi pribadi. Seperti, username aplikasi, PIN, kode OTP, nomor kartu ATM/debit/kredit, serta nama ibu kandung.
“Data-data itu digunakan untuk mencuri semua uang di rekening korban, mengambil alih akun, dan menyalahgunakan data pribadi untuk kejahatan lainnya. Misalnya apply pinjol (pinjaman online),” terangnya.
Bentuk serangan soceng antara lain phising (pengelabuan), scam phone, dan impersonation call. Modusnya, penipu berpura-pura sebagai pegawai bank dan menyampaikan informasi perubahan tarif transfer bank kepada korban. Kemudian, meminta korban mengisi link formulir yang meminta data pribadi seperti PIN, OTP, dan password.
Ada pula, penipu yang menawarkan iklan upgrade menjadi nasabah prioritas dengan segudang rayuan promosi. Bahkan menggunakan akun media sosial palsu yang mengatasnamakan bank. Akun-akun tersebut biasanya muncul ketika ada nasabah yang menyampaikan keluhan terkait layanan perbankan di dunia maya. Lalu, menawarkan bantuan untuk menyelesaikan keluhannya dengan mengarahkan ke website palsu itu atau meminta nasabah memberikan data pribadinya.
Pelaku juga kerap menggunakan modus menawarkan jasa menjadi agen laku pandai bank tanpa persyaratan rumit. Biasanya korban akan diminta mentransfer sejumlah uang dengan dalih untuk mendapatkan mesin EDC (electronic data capture).
“Jika ada oknum yang mengaku pegawai bank menghubungi meminta data pribadimu, jangan panik, jangan memberikan apapun. Pastikan hanya menggunakan aplikasi dan menghubungi layanan resmi bank atau lembaga jasa keuangan,” jelas Anto.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : Agas Putra Hartanto
Credit: Source link