JawaPos.com – Asosiasi Pelaku Ikan Hias Air Tawar Indonesia (APIHATI) menggelar kegiatan sinegritas pemerintah dan pelaku usaha ikan hias Indonesia. Acara itu yang bertempat di Pusat Promosi Ikan Hias Johar Baru, Jakarta.
“Kegiatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan sinergitas antara pemerintah sebagai regulator dan para stakeholder. Ada kontes ikan hias siklid dan channa,” terang Ketua Harian APIHATI, April Baja dalam keterangan tertulis, Rabu (14/12).
Selain kontes ikan hias, lanjut April, kegiatan itu juga diisi dengan diskusi panel yang menghadirkan sejumlah narasumber kompeten. Ada peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Haryono, perwakilan dari Pusat Karantina Ikan BKIPM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Totong.
Hadir juga Soenarto yang merupakan perwakilan dari Direktorat Produksi dan Usaha Budidaya Ditjen Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Edo dari Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Ditjen PRL KKP.
“Berbagai isu perdagangan ikan invasif dan predator dari perspektif ekonomi dan regulasi dalam perspektif peraturan menteri kelautan perikanan indonesia (PermenKP) No. 19 tahun 2020 yang membawa kegelisahan dari sejumlah pelaku ikan hias di Indonesia dibahas dalam diskusi tersebut,” terang April.
Pembahasan tersebut dilakukan mengingat banyak jenis ikan yang dilarang beredar sudah terlanjur dilakukan budidaya dan membebani pengusaha. Sebab, jenis ikan tersebut berdasarkan PermenKP 19/2020 dilarang untuk dijual belikan.
“Namun di sisi lain pengusaha sudah mengeluarkan modal yang tidak sedikit dalam membudidayanya,” imbuh April.
April juga menuturkan, polemik yang ada saat ini merupakan peluang untuk melakukan sinergitas antara KKP selaku regulator dan para pelaku usaha sebagai stakeholdernya.
“Dari diskusi tersebut dihasilkan notulensi, pertama tentang perlunya penguatan komunikasi antara pelaku usaha dan regulator dalam perumusan kebijakan terutama dalam hal ikan predator yang memiliki potensi invasif,” jelas April.
Kedua, dilanjutkan April, diperlukan adanya edukasi dan sosialisasi yang baik kepada seluruh stakeholder ikan yang berpotensi invasif agar kegiatan ikan hias predator tidak sampai menjadi ancaman terhadap keanekaragaman hayati Nasional.
“Ketiga, dapat dipertimbangkan untuk dibuat semacam log book yang dapat menjadi acuan data pembudidaya sampai Kepada kepemilikan ikan predator dan juga sarana “exit plan” bagi para hobis yang sudah bosan dengan ikan miliknya agar tidak dilepas liarkan ke dalam ekosistem lokal yang dapat mengancam habitat alami serta diperlukan sanksi yang tegas dan jelas,” terangnya.
Terakhir, lanjut April, perlu ada kesepakatan bersama antara regulator dengan pengusaha agar dapat bergerak bersama agar tercipta simbiosis mutualistis dimana pengusaha dapat menjalankan usahanya dengan baik.
“Sekaligus negara juga diuntungkan dengan mendapat peluang PNBP dari ikan predator,” pungkas April.
Credit: Source link