JAKARTA, BALIPOST.com – Pemberlakuan penuh kebijakan bebas truk kelebihan muatan dan dimensi (over dimension overload/ODOL) diminta diundur dari semula tahun 2023 menjadi 2025. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, penerapan zero ODOL akan sulit dilaksanakan pada 2023 karena masa pandemi COVID-19 telah membuat perekonomian terpuruk yang juga berdampak pada industri nasional.
“Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero odol ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025,” kata Hariyadi dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (23/2).
Dia menegaskan, Apindo mendukung penerapan zero ODOL yang dicanangkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), namun lantaran dunia usaha terpukul pandemi, sebaiknya penerapannya diundur hingga 2025 sehingga ada waktu bagi pelaku usaha untuk mempersiapkan diri.
Zero ODOL, tambahnya, mempunyai konsep bagus yakni menyesuaikan kondisi daya dukung jalan dengan angkutan truk yang lewat agar biaya perawatan jalan jadi tidak mahal.
Menurut dia, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah insentif bagi dunia usaha agar kebijakan itu bisa direalisasikan, karena ada alokasi dana cukup besar yang harus dikeluarkan pengusaha untuk peremajaan truk dan investasi truk baru.
Kemenhub dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), lanjutnya, dapat menyiapkan insentif bagi industri yang banyak menggunakan truk pengangkut agar harganya bisa kompetitif, baik berupa keringanan pajak untuk pembiayaan pembelian truk baru maupun pembebasan bea masuk (BM).
Selain itu, pemerintah perlu memberikan subsidi kepada pelaku usaha yang meremajakan truk lama dan pengadaan truk baru. “Anggaran subsidi ini bisa diambilkan dari pos anggaran pemeliharaan jalan,” katanya.
Senada dengan itu Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyatakan sebaiknya kebijakan zero ODOL diundur hingga 2025 karena selama ini petani sawit sudah menanggung berbagai beban, mulai pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga beban dari kenaikan harga pupuk yang sangat tinggi.
“Kami petani sawit setuju (truk yang tidak sesuai dengan spesifikasi) itu ditertibkan, tapi tidak sekarang. Minimal kami diberi tenggat waktu hingga 2025. Biarkan dulu geliat ekonomi masyarakat tumbuh,” katanya.
Menurut dia, selama berpuluh tahun tidak ada ketegasan menertibkan truk yang melebihi spesifikasi, sehingga truk petani sawit rata-rata melebihi spesifikasi yang ditentukan. “Ini akan berdampak pada biaya produksi yang akan dihitung oleh pabrik sebagai pengurangan. Ini akan menekan harga TBS di tingkat petani,” katanya.
Idealnya, lanjutnya, pemerintah meningkatkan kualitas dan kelas jalan sehingga jalan tidak cepat rusak walaupun dilalui truk bertonase besar. Pemilik truk juga bisa meremajakan truk lama ke truk baru dengan kategori lebih tinggi dengan kapasitas yang minimal sama atau bahkan lebih tinggi. (kmb/balipost)
Credit: Source link