Aturan Cuti Haid, Melahirkan, Hingga Kerabat Meninggal Tak Dihapus

by

in

JawaPos.com – Pemerintah telah menerbitkan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan turunannya. Pada UU Nomor 11 Tahun 2020 sempat membuat polemik karena para pekerja cemas cuti haid dan cuti hamil akan dihilangkan. Namun, pemerintah pun sudah membantah hal tersebut.

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Di dalamnya memuat hak cuti haid dan hamil. Hal itu terdapat pada pasal 40 ayat 1 yang menjelaskan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan.

Namun, di ayat 2 dijelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah jika pekerja atau buruh, berhalangan, melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.

Dalam hal ini pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.

Kategori pekerja yang tetap berhak menerima upah meskipun tidak melakukan pekerjaannya karena berhalangan dijelaskan pada ayat 3, meliputi pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena sejumlah kondisi.

Kondisi tersebut diantaranya, menikah, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami, istri, orang tua, mertua, anak, dan atau menantu meninggal dunia atau anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6 yang tinggal dalam 1 rumah meninggal dunia.

Lalu, kategori pekerja yang tetap berhak menerima upah meskipun tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya dijelaskan pada ayat 5, yakni apabila melaksanakan hak istirahat mingguan, cuti tahunan, istirahat panjang, istirahat sebelum dan sesudah melahirkan, atau istirahat karena mengalami keguguran kandungan.

Pasal 41 ayat 2 menjelaskan upah yang dibayarkan kepada pekerja perempuan yang tidak masuk bekerja dan tidak melakukan pekerjaan karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit haidnya, paling lama 2 hari.

Saksikan video menarik berikut ini:

Editor : Bintang Pradewo

Reporter : Romys Binekasri


Credit: Source link