Bali Keluar dari Lima Besar Penyumbang Kesembuhan Tertinggi Nasional

by

in
Prof. Wiku Adisasmito. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Data per 20 Desember, Bali yang biasanya masuk lima besar penyumbang pasien sembuh terbanyak nasional keluar dari daftar itu. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito, disiarkan langsung di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (22/12) dipantau dari Denpasar, lima besarnya adalah Gorontalo, Papua Barat, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta, dan Riau.

Masing-masing persentase kesembuhannya, yakni Gorontalo sebesar 94,57 persen, Papua Barat 90,83 persen, Kalimantan Selatan 90,36 persen, DKI Jakarta 90,06 persen, dan Riau 89,3 persen. “Walaupun demikian, jangan sampai lengah. Tetap optimalkan upaya pengendalian COVID-19 melalui testing dan tracing sehingga mereka yang positif dan kontak terdekatnya, dapat di deteksi lebih dini dan melalui treatment yang baik dapat meningkatkan peluang kesembuhan,” lanjut Wiku.

Dibandingkan kasus positif dan kematian, perkembangan tren kesembuhan pekan ini terlihat baik. Pada tren kesembuhan kumulatif saat ini berangsur meningkat, yaitu sebesar 16,8 persen. Apresiasi diberikan pada 5 provinsi penyumbang kesembuhan tertinggi. Yaitu DKI Jakarta naik 522 orang, Jawa Tengah naik 482 orang, Jawa Barat naik 304 orang, Jawa Timur naik 298 orang, dan Jambi naik 184 orang.

Yang perlu menjadi perhatian, menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito ialah kasus aktif. Dimana jumlahnya saat ini sudah menembus lebih dari 100 ribu. “Hal ini menunjukkan bahwa tren peningkatan kasus aktif cepat terjadi. Ini adalah hal yang tidak dapat ditoleransi,” katanya.

Dari grafik data, kenaikan kasus aktif di Indonesia menunjukkan tren yang memburuk. Dan sudah menembus lebih dari 100 ribu dalam waktu satu bulan, yaitu dari bulan November ke Desember 2020.

“Jika Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kenaikan kasus aktif dari kisaran 10 ribu hingga ke 30 ribu membutuhkan waktu 3 bulan. Selanjutnya, hanya dibutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai 60 ribu dari yang sebelumnya 30 ribu,” sebutnya.

Yang sangat disayangkan lagi, lanjut Wiku, terdapat penurunan kedisiplinan protokol kesehatan mendampingi grafik kenaikan kasus aktif ini. “Grafik kasus ini bukan hanya sekedar angka, namun merefleksikan jumlah nyawa manusia. Naik atau turunnya grafik ini ada di tangan kita semua. Setiap kenaikan grafik ini berpotensi menimbulkan kematian,” katanya.

Ia mengatakan masih tingginya kematian pasien, disebabkan penanganan fasilitas kesehatan yang belum memenuhi standar. Akibatnya pasien tidak bisa ditangani dengan cepat dan efektif. Provinsi-provinsi dengan kematian tertinggi segera evaluasi penangan pasien di fasilitas pelayanan kesehatannya. “Lakukan penanganan yang maksimal, untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Ingat, satu nyawa yang hilang sangatlah berharga,” tekannya. (Diah Dewi/balipost)

Credit: Source link