JawaPos.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah memastikan, jumlah utang pemerintah yang mencapai Rp 7.733,99 triliun hingga Desember 2022 tidak melanggar undang-undang dan masih aman. Said mengutarakan, jumlah tersebut jauh di bawah batas maksimal utang pemerintah sebesar 60 persen dari PDB sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Berpedoman pada Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur batas atas pinjaman (utang) pemerintah maksimal sebesar 60 persen dari PDB. Saat ini posisi utang pemerintah sebesar 39,57 persen PDB, artinya masih jauh dibawah ketentuan undang undang, sehingga tidak ada norma peraturan perundang undangan yang dilanggar oleh pemerintah dalam menjalankan kebijakan utang,” kata Said kepada wartawan, Minggu (29/1).
Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan, jika dibandingkan dengan negara lain yang sepadan dengan Indonesia, jumlah utang pemerintah jauh lebih rendah rasionya dari PDB negara-negara tersebut. Menurutnya, rasio utang India mencapai 89,26 persen dari PDB mereka, Malaysia 63,3 persen, Filipina 60,4 persen, Afrika Selatan 69,9 persen, Thailand 59,6 persen, dan Vietnam 39,6 persen.
“Kebijakan utang dari sejumlah negara diatas ditempuh secara agresif sebagai pilihan untuk memperbesar ruang fiskal mereka, agar porsi belanja produktif pemerintah kian besar untuk melaksanakan pembangunan. Hal ini telah menjadi praktik umum diberbagai negara,” ucap Said.
Sementara itu, mengacu pada laporan pemerintah melalui APBN 2022, jumlah utang pemerintah hingga Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun atau setara 39,57 persen PDB. Meski dari sisi jumlah utang pemerintah lebih besar dibandingkan pada Desember 2021 berjumlah Rp 6.908,87 triliun, namun rasio utang terhadap PDB pada 2022 lebih rendah, dari 40,74 persen menjadi 39,57 persen.
Keseluruhan utang pemerintah hingga Desember 2022 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6.846,89 triliun atau 88,53 persen dari total utang pemerintah, sisanya berupa pinjaman sebesar Rp 887,10 triliun atau 11,47 persen.
Berdasarkan penilian lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings dan Standard & Poor’s (S&P) memberikan penilaian, utang Indonesia pada posisi BBB outlook stable. Penilaian lebih baik diberikan oleh lembaga Rating & Investment (R&I) dan Japan Credit Rating Agency (JCR) di level BBB+ outlook stable, sementara Moody’s memberikan penilaian Baa2 outlook stable.
Said menyebut, penilaian berbagai lembaga kredibel internasional itu menjelaskan bahwa utang pemerintah dilevel moderat. Penilaian ini menjelaskan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak ugal-ugalan seperti prasangka buruk oposisi dan kalangan manula post power syndrome yang mendistorsi informasi ke rakya.
“Pemerintah telah menjalankan kebijakan mitigasi resiko utang sebagai wujud tata Kelola pemerintahan baik (good governance),” pungkasnya.
Editor : Nurul Adriyana Salbiah
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link