JawaPos.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diterpa isu kecurangan jelang pengumuman penetapan calon partai politik peserta Pemilu 2024, Rabu (14/12) malam. Sejumlah mantan penyelenggara Pemilu mengungkapkan kekecewaan terkait munculnya dugaan kecurangan tersebut.
Anggota KPU periode 2001-2007 Prof Ramlan Surbakti mempertanyakan sikap KPU RI yang dinilai tertutup dalam proses verifikasi faktual parpol peserta Pemilu 2024.
Ramlan menegaskan, KPU sebagai penyelenggara Pemilu seharusnya menjalankan empat prinsip dalam menyelenggarakan proses pesta demokrasi. Keempat prinsip itu yakni, jujur, akurat, transparan dan akuntabel.
“Sekarang kita lihat tahapan pendaftaran peserta Pemilu telah muncul laporan kekecewaan. Berarti sudah timbul keraguan, timbul pertanyaan keraguan dari masyarakat terhadap proses kerja KPU,” kata Ramlan dalam siaran daring, Rabu (14/12).
“Semestinya keraguan ini tidak akan muncul apabila KPU transparan dan akuntabel,” sambungnya.
Ramlan menyatakan, KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu seharusnya bisa transparan dalam melakukan proses verifikasi faktual partai politik. Terlebih, Indonesia menganut prinsip demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahan.
“Transparan lebih enak diucapkan, kalau transparan itu enggak ada yang dirahasiakan. Apa yang dikerjakan oleh KPU, proses maupun hasilnya diketahui. Sekarang saya dengar ini verifikasi faktual itu akan melanggar UU. Saya baru dengar keanggotaan partai itu rahasia itu darimana?,” cetus Ramlan.
Ramlan mengaku, pihaknya sempat menghubungi langsung Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari terkit munculnya dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual parpol peserta Pemilu 2024. Dalam kesempatan itu, kata Ramlan, Hasyim menegaskan pihaknya bekerja dengan melaksanakan prinsip kesetaraan dan prinsip akuntabilitas.
“Sekarang kalau KPU menjalankan akuntabilitas, maka akuntabilitas itu artinya apa? Ada dua mcam akuntabilitas politik dan akuntabilitas hukum, akuntabilitas politik ini pertanyaan dari KPUD Kabupaten/Kota harus dijawab oleh KPU RI, dijawab terang benderang tatap muka, tidak hanya anggota KPU, tetapi juga teman-temam LSM, itu harus di adu data dengan KPU,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota DKPP periode 2012-2017 Prof Valina Subekti mengaku terkejut terkait munculnya isu kecurangan di tubuh KPU. Dia merasa prihatin terkait munculnya isu tersebut.
“Tentu saya sangat prihatin, menjadi catatan buruk jika benar ini terjadi dan ini menjadi tugas kita bersama supaya tahapan Pemilu berjalan sesuai asas-asas penyelenggara Pemilu yang adil, jujur dan demokratis,” tegas Valina.
Valin pun menegaskan, jajaran KPU seharusnya bekerja secara demokratis. Hal ini diatur dalam konstitusi bahwa penhelenggaraan Pemilu dilakukan secara demokratis.
“Sebenarnya sudah diatur di dalam konstitusi kita di Bab 7 B, Pasal 27E dikatakan disitu asas-asas mengenai pemilihan yang demokratik,” ucap Valina.
Oleh karena itu, Valina meminta KPU bekerja berlandaskan aturan tersebut. Jika KPU sebagai penyelenggara Pemilu sudah berbuat curang, ke depan masyarakat akan sulit percaya terhadap pesta demokrasi.
“Apabila ini tidak dilakukan, proses hasil pemilu kita akan mengundang pertanyaan, akan tidak dipercaya. Apabila ada trust, ini berbahaya akan mempengaruhi kualitas demokrasi,” pungkas Valina.
Editor : Eko D. Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link