Banyak Keterbatasan, tapi Harus Tetap Berkarya

Banyak Keterbatasan, tapi Harus Tetap Berkarya

SUDAH 72 tahun berlalu sejak film pertama Indonesia dibuat. Namun, kondisi perfilman Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. Khususnya jika yang dibahas adalah film dokumenter. Tidak hanya kalah bagus dari sisi kualitas, tapi juga masih sangat kerdil karena banyaknya tekanan.

Direktur Forum Film Dokumenter (FFD) Kurnia Yudha F. mengatakan bahwa masa depan filmmaker dokumenter di negeri ini tidak jelas. Ada kebebasan berekspresi yang ditekan. Sebaliknya, jaminan keamanan tidak pernah tersedia. Pemilihan isu juga bisa menjadi polemik berkepanjangan yang sering kali malah menghambat produksi.

”Padahal, film dokumenter tidak bisa lepas dari kebebasan berekspresi,” terang Yudha kepada Jawa Pos saat dijumpai di Jogjakarta pada Rabu (30/3).

Berbagai keterbatasan itu tentu memengaruhi para filmmaker. Apalagi mereka yang masih muda. ”Mungkin ini soal jam terbang, tapi tetap ada ruang tidak aman,” urainya.

Setelah menjadi produk pun, film dokumenter jarang bertemu dengan lingkungan yang suportif. Yudha lantas menyebut dua film dokumenter, Senyap dan Jagal, sebagai contoh. Pemutaran film dokumenter karya Joshua Oppenheimer itu ditolak di mana-mana. ”Bahkan sampai ada ancaman,” keluhnya.

Di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) pun, Senyap tak boleh diputar. Bahkan, aparat menggeruduk lokasi pemutaran film. ”Itu contoh kejadian yang gede,” paparnya.

Realitas semacam itu membuat filmmaker berpikir ulang ketika hendak mengangkat isu-isu yang sensitif. ”Jadi, tidak berani membuat,” kata Yudha.

Film dokumenter, lanjut dia, bisa beradaptasi baik dengan kemajuan zaman dan perkembangan media sosial. Kini banyak film dokumenter yang dipasarkan melalui YouTube. ”Itu yang sekarang paling ngetren,” jelasnya.

Yudha optimistis, jika para filmmaker terus berkarya, film dokumenter akan semakin diterima masyarakat. Apalagi, banyak platform yang kini bisa dipakai untuk melakukan penetrasi film dokumenter. Metode hybrid juga memungkinkan film-film dokumenter ditonton secara daring dan luring. Tidak ada lagi jarak yang membatasi. ”Seniman dan filmmaker ini sebenarnya punya daya lenting yang tinggi,” ujarnya.


Credit: Source link

Related Articles