Banyak Negara Kantongnya Jebol Gara-gara Covid-19, ini Saran ADB

JawaPos.com – Bencana Covid-19 yang merusak berbagai sendi kehidupan membuat pendapatan seluruh dunia mengalami penurunan. Bahkan beberapa negara masuk ke jurang resesi.

Belanja melonjak lantaran ada kebutuhan penanganan Covid-19. Di sisi lain penerimaan negara cenderung tersendat.

Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa menyebut, pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerusakan serius di seluruh kawasan Asia dan Pasifik. Pihaknya meramalkan, akan ada banyak negara yang mengalami kontraksi ekonomi pada tahun ini.

Sebab, kemiskinan global akan meningkat, layanan publik menjadi lebih tegang terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, pertumbuhan ekonomi menyusut, dan ketimpangan meningkat. “ADB memperkirakan ekonomi 33 dari 46 negara berkembang akan berkontraksi tahun ini,” ujarnya dalam webinar ADB, Kamis (17/9).

Asakawa memaparkan, dalam situasi saat ini hampir semua pemerintahan mengalami tekanan serupa. seperti meningkatnya penggunaan anggaran dan utang publik. Pasalnya, banyak program pengeluaran berskala besar namun pendapatan pajak menurun.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga harus mengamankan sumber daya keuangan tambahan untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi gelombang pandemi berikutnya. Namun sayangnya banyak negara yang bahkan sebelum krisis Covid-19, tak mampu meningkatkan pendapatan untuk mengimbangi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

ADB mencatat rata-rata rasio pajak negara di Asia hanya 17,6 persen, lebih rendah dibandingkan dengan negara OECD 24,9 persen. Sedangkan di Asia Tenggara rasio pajaknya jauh lebih rendah yakni hanya 15 persen.

“Asia berkembang terus menghadapi hasil pajak yang agak tidak stabil dengan variabilitas yang besar dari waktu ke waktu,” jelasnya.

Di sisi lain, karena pendapatan pajak menurun, banyak negara berkembang memiliki sedikit ruang untuk meningkatkan utang luar negeri mereka lebih jauh. Sehingga, pihaknya menyarankan, negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk terus melakukan perluasan basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak.

Menurutnya, kebijakan perpajakan harus berjalan antara meningkatkan pendapatan pajak dan mempromosikan investasi yang dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi dari pandemi. “Pemerintah dapat mengadopsi instrumen kebijakan yang ditargetkan seperti insentif pajak yang lebih disesuaikan dan hemat biaya,” imbuhnya.

Selain itu, pemerintah dapat mengadopsi sistem pajak yang lebih progresif untuk mengatasi ketimpangan pendapatan yang semakin memburuk akibat Covid-19. “Pajak karbon atau pajak lingkungan lainnya juga dapat mendorong kegiatan ekonomi untuk mencapai pemulihan hijau dan mendorong adaptasi dan ketahanan,” ucapnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga dapat memperkuat penarikan basis pajak perusahaan dari upaya peralihan laba ke wilayah lain. Praktik penghindaran pajak ini sering dilakukan oleh perusahaan multinasional yang menjalankan bisnis di negara berkembang.

“Tantangan ini semakin dekat mengingat transformasi digital yang semakin cepat akibat pembatasan mobilitas Covid-19,” pungkasnya.

Editor : Estu Suryowati

Reporter : Romys Binekasri


Credit: Source link