Ketum Golkar Setya Novanto menjalani sidang perdana kasus korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12). (Anadolu)
Jakarta – Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Setya Novanto mengaku tak mengetahui adanya persoalan antara Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) yang saat itu digawangi Agus Rahardjo dengan Kementerian Dalam Negeri yang dikomandoi Gamawan Fauzi.
Setnov-sapaan Setya Novanto– mengaku kaget saat mengetahui permasalahan saat proyek e-KTP dalam proses lelang itu sampai dibahas di Kantor Wakil Presiden. “Tidak tahu, justru kami kaget sampai ada ada proses ke Wapres,” kata Novanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/2/2018).
Menurut Novanto, anggaran yang diajukan pertama kali lebih dari Rp 5,9 triliun. Novanto menilai, justru ada efisiensi anggaran di masa awal pembahasan anggaran proyek e-KTP.
Kuasa hukum Novanto, Maqdir Ismail sebelumnya mengatakan pilihan kebijakan terkait proyek e-KTP sepenuhnya ada di tangan Kemendagri selaku pemilik proyek, meski tak mengikuti rekomendasi LKPP.
Maqdir pun menilai janggal jika persoalan tersebut diseret oleh KPK ke ranah hukum pidana korupsi. Maqdir justru curiga lantaran saran LKPP yang saat itu dipimpin oleh Agus Rahardjo tak diikuti, namun akhirnya dipermasalahkan saat Agus menjadi Ketua KPK.
“Ini pilihan kebijakan, mestinya tidak bisa dijadikan alasan untuk mempidanakan Pak SN. Terhadap pilihan kebijakan pengadaan ikut saran LKPP atau tidak, tidak ada sangkut pautnya dengan Pak SN,” ujar Maqdir.
Hal ini, Maqdir mengatakan, sepenuhnya kebijakan eksekutif. “Yang mejadi masalah sekarang dikesankan seolah-olah bila kebijakan mengenai penganggaran dan pengadaan di Kemendagri diintervensi oleh Pak SN, dan Pak SN dikatakan sebagai bosnya Andi bersama-sama dengan Andi mengaturnya. Ini kan pakai ilmu otak atik gathuk,” ungkap Maqdir Ismail.
Mantan staf Wakil Presiden, Sofyan Djalil sebelumnya disebut pernah meminta LKPP dan Kemendagri tidak berselisih mengenai proyek e-KTP di media. “Waktu itu rapat di Kantor Wapres, Pak Sofyan Djalil yang memimpin rapat itu minta agar tidak ribut-ribut di media soal e-KTP,” ucap pejabat LKPP Setya Budi Arijanta bersaksi untuk terdakwa Setya Novanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Dugaan penyimpangan proyek pengadaan e-KTP awalnya pernah dibahas di Kantor Wakil Presiden pada 2011. LKPP saat itu dipimpin Agus Rahardjo. Sementara, Wakil Presiden saat itu dijabat oleh Boediono.
LKPP saat itu mengkritisi temuan soal dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan proyek e-KTP. LKPP bahkan bersikeras bahwa kontrak pengadaan e-KTP harus dibatalkan.
Namun, Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat Gamawan Fauzi tidak terima dengan tudingan LKPP. Tak terima, Gamawan lantas melaporkan hal itu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden SBY kemudian menugaskan Boediono untuk menyelesaikan masalah antara LKPP dan Kemendagri.
Di Kantor Waprpres kemudian kedua pihak itu dipertemukan. LKPP dalam pertemuan itu bersikukuh terjadi penyimpangan dalam proses lelang proyek e-KTP dan meminta proses lelang dibatalkan.
LKPP akhirnya menarik diri dari pendampingan proyek setelah rapat yang dipimpin Sofyan Djalil minta agar proyek tersebut tetap dilaksanakan. “Waktu itu alasannya karena e-KTP itu dibutuhkan untuk pemilu, akhinya tetap dilanjutkan,” ungkapnya.
TAGS : Setya Novanto SBY e-KTP
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/28767/Begini-Alur-Nama-SBY-Disebut-Dalam-Proyek-E-KTP/