Narasi ancaman resesi Amerika Serikat (AS) semakin menguat. Di dalam negeri, inflasi meningkat dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) melemah. Jika ingin berinvestasi emas dan USD, bisa dimulai sekarang.
—
RESESI adalah pertumbuhan ekonomi atau gross domestic product (GDP) yang mengalami kontraksi di dua kuartal secara berturut-turut. Kekhawatiran publik saat ini adalah resesi yang terjadi di AS. Sebab, pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam itu di kuartal I 2022 minus 1,6 persen. Penurunan tersebut ditengarai masih akan berlanjut pada kuartal II 2022. Biasanya akan diumumkan pada Agustus mendatang.
’’Tanda-tandanya jelas. Dengan kenaikan harga komoditas, inflasi yang tinggi sebesar 9 persen mengakibatkan The Fed meningkatkan suku bunga secara agresif,’’ kata Certified Financial Planner Finansialku Gembong Suwito kepada Jawa Pos Jumat (8/7).
Menurut dia, mata uang USD hampir 60–65 persen digunakan untuk transaksi perdagangan di dunia. Sangat populer dan dominan. Artinya, kebijakan The Fed akan sangat memengaruhi berbagai kebijakan bank sentral di dunia. Termasuk Bank Indonesia (BI).
Gembong memperkirakan, kemungkinan Indonesia untuk resesi tidak akan terjadi. Hanya akan mengalami penurunan PDB, tetapi masih positif. ’’Yang biasanya tumbuh di kisaran 4,5 sampai 5 persen, mungkin kuartal kedua akan turun di 4,5 sampai 4,8 persen,” ujarnya.
Secara histori, lanjut Gembong, saat kondisi krisis atau resesi, investor cenderung memilih save haven atau lindung nilai. Yakni, emas dan USD. Emas dari dulu memang dipercaya ketika kondisi normal nilainya di atas inflasi. Namun, saat krisis, biasanya kenaikan nilainya bisa double-digit.
Sebagaimana awal pandemi Covid-19 pada 2020, saat itu saham anjlok. Logam mulia emas meningkat menjadi Rp 1.055.000 per gram dari Rp 790 ribu per gram. Kenaikannya 12–15 persen. Sementara itu, nilai tukar USD terhadap rupiah dari level Rp 13 ribu menjadi Rp 16 ribu per USD.
Apakah saat ini waktu yang tepat untuk investasi emas dan USD? Gembong menilai, investasi itu sesuai tujuan keuangan dan profil risikonya. Melihat tren satu atau dua tahun ke depan, akan ada potensi naik pada dua instrumen itu. Terutama di USD yang sudah menyentuh Rp 15 ribu. ’’Potensi hingga akhir tahun rupiah akan melemah Rp 15.200 sampai Rp 15.300 per USD,’’ ujar pria asal Surabaya itu.
Namun, dia tidak menyarankan untuk berinvestasi langsung dengan jumlah banyak dan berorientasi untuk jangka pendek. Lebih baik dilakukan secara bertahap untuk melakukan pembelian dua sampai tiga bulan ke depan. ’’Karena cerita resesi ini baru dimulai. Belum kejadian,” terangnya.
Credit: Source link