JawaPos.com – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sedang mengalami pembengkakan biaya. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, penyebab kerugian tersebut disebabkan oleh keterlambatan pembebasan lahan, perencanaan yang terlalu optimis, dan kurang kuatnya manajemen proyek.
Sehingga, estimasi pembengkakan biaya proyek tersebut sebesar USD 1,4 miliar hingga USD 1,9 miliar atau sekitar Rp 20,16 triliun hingga Rp 27,36 triliun. Nantinya, pemenuhan biaya pembengkakan akan dinegosiasikan dengan pihak Tiongkok.
Sebagai informasi, KCIC selaku pemilik proyek kereta cepat Jakarta Bandung merupakan gabungan dari beberapa BUMN dalam. 60 persen dari KCIC milik PSBI, sisanya adalah milik gabungan perusahaan Tiongkok. KAI sendiri merupakan salah satu perusahaan yang berada di dalam PSBI.
Ia memaparkan, sebesar 75 persen dari kerugian diasumsikan disetujui oleh pemegang saham yaitu, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan juga gabungan perusahaan China dalam perusahaan Beijing Yawan untuk ditutup oleh debt CDB. Selanjutnya, pembengkakan biaya tersebut akan diusulkan agar dapat dipenuhi melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 4,1 triliun pada PT KAI (Persero).
“Saat ini sedang melakukan diskusi dengan cost overrun saya rasa untuk tahun depan bukan tahun ini,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI, Kamis (8/7).
Selain itu, lanjutnya, terkait proyek LRT Jabodebek, progres proyek tersebut sekitar 71 persen. Ia menyebut, terdapat keterlambatan dari sisi pembangunan depo. Keterlambatan ini dampak dari keterlambatan pembebasan lahan depo yang menyebabkan pembengkakan biaya mencapai Rp 2,7 triliun.
Kartiko menjabarkan, untuk Jabodebek progresnya sudah mencapai 85 persen. Namun, terdapat bagian depo yang membuat agak lambat, sehingga secara average 71 persem. Namun, sebenarnya pengiriman kereta, maupun pembangunan lintasan kereta dari Cibubur, maupun dari Bekasi mencapai landmark Sudirman itu sudah mencapai 90 persen.
“Beberapa stasiun sudah kita selesaikan, dan yang memang agak lama adalah depo di Bekasi karena waktu itu pembebasan tanahnya terlambat. Nah ini menimbulkan adanya peningkatan biaya proyek sebesar Rp 2,7 triliun yang saat ini juga telah diaudit BPKP,” ungkapnya.
Kartika menambahkan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur LRT dijelaskan jika ada keterlambatan karena pembebasan lahan maka menjadi tanggung jawab pemerintah melalui penambahan modal kepada KAI. Pihaknya pun sudah mengajukan sudah disepakati oleh Kemenkeu untuk penambahan Rp 2,7 triliun dalam rangka pemenuhan ekuitas dari LRT.
“Dua-duanya tadi KCIC dan LRT sedang kita lakukan pengajuan tambahan 2021 maupun untuk 2022,” pungkasnya.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link