Pendiri dan Dewan Penasehat MER-C, Joserizal Jurnalis (Foto: Supi/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com – Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mengecam keras tindakan represif pemerintah dan aparat dalam menangani kerusuhan pada aksi 21-23 Mei 2019 yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan.
Pendiri dan Dewan Penasehat MER-C, Joserizal Jurnalis mengatakan, korban yang meninggal dalam demonstrasi akibat kekerasan, baik ditembak, dipukul dan dianiaya adalah merupakan kejahatan kemanusiaan.
Menurut data yang dirilis Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada pukul 11.00, Kamis, (23/5) jumlah korban yang meninggal dalam kerusuhan aksi massa 21-23 Mei lalu mencapai delapan orang dan sebanyak 737 orang yang mengalami luka-luka.
“Dalam satu perang pun, warga sipil harus dihormati dan apalagi hanya dalam aksi unjuk rasa,” tegas Joserizal dalam konferensi pers “Catatan Aksi Massa 21 – 23 Mei 2019 dari Sisi Medis dan Kemanusiaan” di Sekretariat MER-C, Jl. Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Sabtu (25/5).
Joserizal juga menyangkan sikap aparat yang menghalang-halangi medis dalam melakukan evakuasi, misalnya ambulan tidak diperkenankan masuk ke daerah konflik.
Padahal, kata Joserizal, dalam konvensi Geneva sangat jelas bahwa petugas medis salah satu pihak yang harus dilindungi dalam situasi perang dan konflik. Aparat juga mestinya menjadi pelindung medis dalam menunaikan tugasnya.
“Personel medis yang secara yang secara eksklusif terlibat dalam pencarian, pengumpulan, pengangkutan dan perawatan orang yang terluka atau sakit dalam pencegahan penyakit, staff yang secara eksklusif terlibat dalam administrasi unit medis perusahaan harus dihormati dan dilindungi dalam segala hal,” jelas Joserizal merujuk pada Konvensi Jenewa 1949.
Sekedar diketahui, sejak 21-23 Mei, MER-C, sebagai lembaga kegawatdaruratan medis juga menurunkan 30 relawan, yang terdiri dokter, perawat dan logistik medis serta empat unit kendaraan operasional.
TAGS : MER-C Joserizal Jurnalis Perusuh Bawaslu
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin