Asuransi merupakan salah satu instrumen keuangan untuk mengurangi risiko. Namun, tidak semua orang terpikirkan untuk mendapatkannya. Sebagian orang sadar harus memiliki asuransi gara-gara pengalaman.
—
ALASAN pertama Evelin Budiman mendaftar asuransi sebenarnya simpel. Dia tidak ingin mengulang cerita pada masa lalu. Saat itu perempuan yang kini mengelola tempat kursus di Banyuwangi itu kehilangan sang ayah.
“Ayah saya adalah satu-satunya pencari nafkah saat itu. Dan, kami ditinggal tanpa harta apapun,” katanya.
Karena itu, saat ditawari asuransi jiwa oleh kawan, dia berpikir keras. Perempuan asal Jakarta itu mendiskusikannya dengan sang suami, Alexander Kusumanjaya. Dia berusaha meyakinkan Alex –sapaan suami– bahwa memiliki asuransi berguna bagi dua anaknya pada masa depan.
Selama lima tahun, Evelin menyisihkan uang bulanan untuk membayar iuran asuransi jiwa. Setelah iuran lunas, dia mulai berpikir tentang kebutuhan lain.
Salah satunya, kebutuhan kesehatan. Saat itu dia ditawari agen asuransi.
“Saya berpikir, jangan tunggu mapan sebelum beli asuransi. Sebab, kita tidak tahu apakah sebelum mapan kita tidak akan sakit,” tuturnya.
Saat itu Alex menolak ajakan Evelin. Sang suami merasa uang yang disetor hanya sia-sia.
Meyakinkan kepala keluarga untuk ikut mendaftar polis kesehatan butuh waktu tiga tahun. Alex pun memperoleh manfaat asuransi setahun setelah mendaftar polis tersebut.
“Saat itu dia muntah-muntah sampai makanan tidak bisa masuk,” ujar Evelin.
Setelah masuk UGD pada tengah malam, Alex harus diopname tiga hari. Saat harus keluar dari rumah sakit, mereka bernapas lega. Sebab, semua biaya pengobatan ditanggung asuransi.
Credit: Source link