NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Pekutatan saat ini memiliki program pengembangan usaha desa adat dengan memanfaatkan tanah duwe Desa Adat. Selain sektor perkebunan, lahan seluas kurang lebih satu hektar di pinggir jalan, akan dimanfaatkan untuk peluang usaha perdagangan atau rest area.
Kebetulan tanah itu tidak produktif dan sebagian berupa tebing di pinggir jalan. Sehingga saat ini ditata untuk dijadikan tempat yang sesuai untuk menunjang perekonomian desa adat.
Bendesa Adat Pekutatan, I Made Ariasa, mengatakan pengembangan lahan yang kurang produktif ini melibatkan investor lokal Desa Pekutatan, sehingga dalam pembiayaan tidak terbebani. Desa Adat hanya menyediakan lahan yang nantinya dikerjasamakan untuk sejumlah usaha perdagangan semacam rest area. “Tentunya nanti ruang untuk pedagang ini dari masyarakat kita. Saat ini kita tengah melakukan penataan lahan tebing itu,” terangnya.
Mantan Anggota DPRD Jembrana ini menjelaskan di lahan milik Desa Adat seluas kurang lebih 1,8 hektare akan dibangun semacam rest area. Rest Area itu nantinya menjadi salah satu unit usaha Bupda (Baga Utsawa Praduwen Desa Adat).
Sehingga lahan yang memang kurang produktif tersebut dapat dimanfaatkan untuk menunjang perekonomian desa adat melalui Bupda. Sedangkan untuk lahan lainnya dan masih produktif, masih tetap dimanfaatkan untuk sektor pertanian perkebunan.
Di rest area ini nantinya juga akan disediakan warung serba ada (Waserda) dan areal bermain. Lahan ini berada di pinggir jalan Denpasar-Gilimanuk dan menjadi perlintasan utama jalur dari Jawa hingga ke NTB.
Selain itu juga untuk memperlebar jarak dari tebing dengan jalan raya. Sehingga, sejumlah baliho yang dulu berjejer terpasang di pinggir jalan, bisa lebih tertata dan khusus dibuatkan tempat di atas.
Desa Adat Pekutatan dengan luas wewidangan 1.662 hektare, sebagian besar lahan merupakan lahan pertanian yakni 562,76 hektare pertanian. Sisanya 1.018 hektare merupakan perkebunan daerah yang dikelola Perusda Bali.
Hasil dari perkebunan kelapa di wilayah yang memiliki pesisir ini, memiliki potensi yang cukup banyak. Khusus di pertanian dan perkebunan, hasil alam dari tanah duwen desa adat dimanfaatkan.
Sejalan dengan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali untuk pembangunan desa adat. Khususnya di Palemahan, bagaimana Desa Adat mengembangkan potensi agraris di wewidangan.
Pertanian terbukti masih bisa bertahan ketika pariwisata terpuruk. Ke depan produk pertanian perkebunan tetap dijadikan produk unggulan desa adat.
Misal seperti gula bali, lengis tinusan dan lain-lain yang bisa dikerjasamakan antar desa adat di Bali. Desa Adat ini terbagi menjadi tujuh Banjar Adat. Yaitu, Banjar Adat yakni Banjar Yeh Kuning, Banjar Koprahan, Banjar Dangin Pangkung, Banjar Dauh Pangkung, Banjar Budhi, Banjar Bakthi dan Banjar Sumbermis. (Surya Dharma/balipost)
Credit: Source link