MANGUPURA, BALIPOST.com – Komoditas bawang merah menjadi salah satu komoditas pemicu inflasi. Harganya pun sering bergejolak sehingga sangat merugikan masyarakat.
Untuk itu Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung mencanangkan Gerakan Tanam Bawang Merah. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung, I Wayan Wijana, Jumat (14/7) melakukan penanaman bawang merah di Subak Munggu, Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, yang merupakan bagian dari Gerakan Tanam Bawang Merah.
Pada kesempatan tersebut Wijana, mengatakan luas tanam bawang merah di Badung sangat kecil, sedangkan kebutuhannya sangat besar. “Kami sudah lakukan demplot di BPP Petang dan Subak Singempol Bongkasa. Dari hasil demplot itu ternyata memang bawang merah cocok ditanam di Badung, asalkan mendapatkan perawatan yang baik dari petani,” ungkap Wijana.
Setelah berhasil dengan kedua demplot tersebut, tahun ini Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung mencoba mengembangkan Bawang Merah seluas 1 hektar, di Subak Munggu.
“Nanti di perubahan kita juga akan tambahkan 1 hektar lagi di Mengwi, untuk mengurangi minus neraca pangan. Dan tahun 2024 kami sudah usulkan penambahan luas tanam bawang merah 5 hektar, karena kebutuhan bawang merah terus meningkat, ” ucapnya.
Program ini dikatakan sesuai dengan arahan Bapak Bupati Badung, yang mewajibkan Dinas Pertanian, setiap tahun melakukan pengembangan komoditi yang berdampak pada inflasi. Yaitu beras, cabai, jagung, kedelai dan bawang merah, itu wajib.
Wijana mengatakan kendala budidaya bawang merah karena pertama biaya produksi mahal. Ini yang mengakibatkan petani merasa berat dan enggan membudidayakan. Yang kedua faktor cuaca. Sama halnya dengan cabai, bawang merah juga sangat tidak toleransi dengan hujan.
“Contoh kemarin demplot di BPP Petang, 3 hari diguyur hujan, coklat daunnya. Ini tantangan kenapa petani kita takut menanam bawang. Karena itu kita mencoba mengembangkan bawang merah ini dari pemerintah. Kalau ini berhasil tentunya kami harapkan para petani lain agar termotivasi untuk menanam Bawang Merah, ” ucapnya menandaskan.
Lebih lanjut dikatakan pada 2022, luas tanam bawang merah di Badung hanya 0,75 hektar dengan produksi 250 kg, jauh sekali dari kebutuhan bawang merah di Badung yang mencapai 1.400 ton. Oleh karena itu pihaknya mencoba untuk mendorong petani untuk menanam bawang merah.
“Mengapa kita pilih di Munggu? Karena ini insentif dari pemerintah melihat di Munggu alih fungsi lahannya sangat tinggi, dengan adanya program seperti ini kami berharap petani tidak mudah untuk alih fungsi lahan lagi,” tukasnya.
Hadir pada kesempatan tersebut Kepala Balai Standar Instrumen Pertanian (BSIP) Bali, I Made Rai Yasa. Rai Yasa mengatakan melihat kondisi lahan pertanian di Munggu sudah mulai habis akibat alih fungsi lahan.
Mau tidak mau ke depan memang harus mengembangkan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. “Karena kalau mengembangkan Padi di lahan sempit, biayanya Rp150 ribu per are, kalau dijual tebasan Rp 200-250 ribu, petani hanya dapat Rp50-100 ribu per are selama 4 bulan. Sehingga petani lari ke pekerjaan lain,” ungkap Rai Yasa.
Berbeda dengan budidaya bawang merah. Dengan estimasi produksi 100 kg per are dijual Rp 20 ribu per kg, petani sudah dapat Rp2 juta dengan biaya produksi 60% (Rp 1,2 juta) sehingga petani mendapatkan hasil Rp800 ribu per are. “Penghasilan jauh lebih tinggi ketimbang budidaya padi. Walaupun lahan sempit tapi menghasilkan, ” tandasnya.
Dijelaskan, komoditas yang ditanam yaitu Super Pilif, yang cocok dengan kondisi lahan di Munggu dan hasil lebih menguntungkan. Sedangkan komoditas Bali Karet yang dikembangkan di daerah songan tidak cocok ditanam di Munggu karena membutuhkan lahan berpasir.
Ke depan tim penyuluh dari Dinas Pertanian dan BSIP Bali, akan terus melakukan pemantauan dan menyuluhan terhadap petani terkait budidaya bawang merah. Dengan harapan hasil budidaya bawang merah di Subak Munggu, sesuai dengan target setidaknya dapat menghasilkan 100 kg per are. (Adv/balipost)
Credit: Source link