Eksistensi Obat Tradisional Dibanding Obat Kimia

by

in
Eksistensi Obat Tradisional Dibanding Obat Kimia

Jamu tradisional Indonesia (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, Jurnas – Indonesia miliki keanekaragaman hayati yang belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Dari sekitar 30 ribu jenis tanaman dan hewan yang berpotensi untuk dijadikan obat, hanya 350 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan.

Hal ini berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa dewasa ini tren masyarakat dalam memilih jalur pengobatan cenderung untuk kembali ke alam (back to nature), yaitu menggunakan terapi herbal. Obat tradisional (fitofarmaka) atau jamu dipercaya dapat menjadi obat berbagai jenis penyakit, termasuk dijadikan minuman untuk menjaga kesehatan tubuh.



Menurut Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Indonesia (GP Jamu) Charles Saerang, obat tradisional memiliki efek samping yang lebih kecil dibanding obat generik. Karena itu, peruntukannya pun bisa berbeda.

“Kalau berkaitan dengan penyakit paliatif seperti kanker, fitofarmaka sangat membantu. Namun kalau penyakit-penyakit ringan seperti kolesterol, darah tinggi, reumatik, masyarakat cenderung menggunakan obat-obatan kimia,” katanya di Jakarta (23/9).

Baca juga.. :

Menurutnya, fitofarmaka hanya bisa dibatasi oleh empat bahan saja, seperti temulawak dengan sambiloto, temulawak dengan jahe, atau temulawak saja. Tidak boleh lebih dari empat. Karena itu efek penyembuhannya lebih lambat.

“Jadi sifatnya itu sebagai preventif dan promotif, maka harganya lebih mahal. Beda dengan obat-obat kimia yang lebih murah dan cepat, seperti parasetamol dan aspirin. Namun punya efek samping yang juga perlu diwaspadai,” ungkapnya.

Charles menambahkan bahwa fitofarmaka merupakan temuan dari farmasi yang harus ada edukasi dari dokter, karena di Indonesia jamu dianggap sebagai obat.

“Penelitian fitofarmaka bisa sampai lima tahun. Harus diimbangi dengan harga jual ke masyarakat yang terjangkau,” imbuhnya.

Untuk itu, tambahnya, Badan POM perlu memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan fitofarmaka. Tujuannya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, tetapi diharapkan pula produk herbal asli Indonesia dapat mendunia sehingga dapat menaikkan nilai ekonomi Indonesia.

Hingga saat ini, menurut data registrasi Obat Tradisional Badan POM, tercatat baru 23 produk fitofarmaka Indonesia yang terdaftar, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan.

Saat ini telah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka, yang merupakan sinergi dari beberapa instansi terkait yang diinisiasi oleh Badan POM, yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan obat tradisional.

Menurut anggota Komisi IX DPR RI Imam Suroso, obat herbal yang merupakan warisan budaya harus dibangkitkan industrinya oleh pemerintah.

Ia menyayangkan bahwa apotek-apotek lebih banyak menjual obat kimia dibanding jamu. Kalau pun ada obat herbal, rata-rata buatan China dan Amerika dibanding produk lokal.

“Padahal bahan bakunya ada di Indonesia, dan murah. Bandingkan dengan obat kimia yang mahal dan langka karena diimpor dari luar negeri.”

Obat kimia, tambahnya lagi, merupakan warisan dari penjajah Eropa. Padahal, obat kimia punya efek samping jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan.

“Contohnya, obat untuk batuk pilek bisa berefek pada ginjal, sementara kalau jamu tidak ada efek samping yang berbahaya bagi tubuh,” imbuhnya.

Menurutnya, di China dan India rata-rata orang berumur panjang karena mereka lebih banyak mengkonsumsi obat tradisional.

“Saya juga mengapresiasi langkah Badan POM yang baru-baru ini memfasilitasi kerjasama Indonesia dengan China untuk perdagangan jamu. Harapan saya, Badan POM juga turut membina pengusaha-pengusaha jamu di Indonesia.”

TAGS : Obat Tradisional Jamu Indonesia Obat Kimia

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/59726/Eksistensi-Obat-Tradisional-Dibanding-Obat-Kimia/