Esensi Sociopreneur, Bukan Cuma Soal Popularitas dan Publikasi

JawaPos.com – Disrupsi teknologi yang dipercepat dengan pandemi Covid-19 bisa menjadi peluang bagi para pelaku sociopreneur untuk berkembang dan membesarkan gerakan. Komitmen dan konsistensi yang kuat akan membuat gerakan nirlaba tersebut terus berkelanjutan dan memberikan dampak luas bagi masyarakat.

Kurang lebih, itulah kesimpulan yang dapat ditarik dari diskusi Sociopreneur Discussion Series Talk. Sociopreneur Discussion Series sendiri merupakan talk show online yang diselenggarakan Padusi setiap pekan. Tamu dalam talk show kali ini adalah Ainun Chomsun, founder gerakan sosial Akademi Berbagi (Akber) yang bergerak untuk berbagi pengetahuan, wawasan, dan pengalaman yang bisa diaplikasikan langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetensi di bidang yang telah dipilihnya.

Model Pendidikan di Akber adalah kelas-kelas pendek yang diajar oleh para ahli dan praktisi di bidangnya masing-masing. Kelasnya pun berpindah-pindah dan membahas beragam topik, seperti media sosial, advertising, jurnalistik, public speaking, public relation, dan lainnya.

Ainun mengakui, fenomena media sosial menjadi pupuk subur tumbuh dan berkembangnya sociopreneur di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Namun yang memprihatinkan, dari ribuan gerakan sosial yang tumbuh di tanah air, banyak yang tidak mampu bertahan lama.

Ia mengamati perkembangan tersebut sejak mulai menginisiasi gerakan Akber yang diawali melalui percakapan di Twitter pada tahun 2010.

“Banyak anak muda yang peduli dan terjun langsung itu bagus. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana membangun sistem yang benar agar sociopreneur yang mereka rintis bisa berkembang dan berdampak signifikan. Di situlah kunci keberlangsungan sebuah greakan sosial,“ paparnya dalam siaran pers yang diterima JawaPos.com.

Indikator keberhasilan dari sebuah gerakan sosial, menurut Ainun, adalah perubahan sosial. Untuk memperoleh hasil yang nyata, lanjutnya, para pelaku sociopreneur harus bisa memastikan siapa yang akan menjadi target dan seperti apa dampak nyata yang dihasilkan.

“Kalau ada yang nasibnya berubah, itu dampak nyata yang terlihat. Itu jauh lebih penting daripada popularitas dan publikasi yang memberikan ilusi seolah-olah kita sudah besar,” tambahnya lagi.

Perkara biaya operasional yang sering menjadi problem keberlangsungan sebuah gerakan sosial, menurut Ainun mestinya tidak menjadi masalah karena Akber pun terbentuk nyaris tanpa modal.

“Kami tidak berangkat dari biaya. Untuk tempatnya, bisa biasa pinjam fasilitas gratis milik perusahaan, café, resto, bahkan balai RW atau di pantai untuk belajar. Karena kami justru ingin mengubah paradigma masyarakat, bahwa belajar harus tersekat di institusi resmi. Bagi kami yang penting ada guru dan murid, maka semua bisa terlaksana,” ujarnya.

Ainun mengakui, mengelola relawan sebagai motor gerakan agar mampu berkembang menjadi agen perubahan bukan perkara mudah. Bagaimana pun juga, para relawan itu tidak mendapatkan imbalan dalam aktivitas mereka.

Untuk mempertahankan komitmen dan konsistensi para relawan, menurut Ainun, kuncinya adalah bagaimana agar mereka merasa mendapatkan manfaat dari kerelawanann mereka. “Itulah pekerjaan rumah besar bagi setiap Gerakan sosial untuk mempertahankan eksistensinya,” pungkasnya.


Credit: Source link