Dikutip pada Kamis, laporan tersebut menyerukan para pemerintah di negara-negara Asia Tenggara untuk mempercepat upaya transisi energi agar dapat membantu kawasan tersebut dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, serta memastikan penghijauan rantai pasok sambil memenuhi permintaan energi yang kian meningkat.
Baca juga: Program kendaraan listrik bagian transisi energi
Sebagai perwakilan komunitas bisnis Eropa di Asia Tenggara, EU-ABC mencatat permintaan energi di ASEAN terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, kawasan ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil yang tinggi polusi, dengan sekitar 80 persen dari bauran energi berasal dari sumber tersebut.
Lebih lanjut, meningkatnya kekhawatiran akan dampak perubahan iklim memunculkan kebutuhan bagi negara-negara ASEAN untuk mengatasi ketergantungan energi yang berlebihan terhadap bahan bakar fosil, khususnya batu bara.
Keadaan ini terutama berkaitan dengan kerentanan kawasan Asia Tenggara terhadap bencana alam, ditambah dengan laporan Penilaian dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) mengenai prediksi perubahan iklim oleh PBB baru-baru ini yang menyoroti peningkatan suhu global yang semakin mengkhawatirkan.
“EU-ABC percaya bahwa untuk mencapai keberhasilan transisi energi dibutuhkan sinergi antara kebijakan, keuangan dan teknologi, serta pendampingan khusus untuk negara-negara berkembang,” kata Chairman EU-ABC dan Chairman Prudential Insurance Growth Markets, Donald Kanak.
Baca juga: Obligasi hijau daerah atasi kesenjangan investasi transisi energi
“Ini akan menciptakan solusi baru yang praktis dan terukur (seperti instrumen investasi hijau) yang dapat mempercepat transisi energi, menghapus subsidi bahan bakar fosil, dan memberikan transisi yang adil bagi pekerja dan masyarakat terdampak,” imbuhnya.
Kanak menambagkan, salah satu solusi yang berpotensi mendukung ASEAN adalah Mekanisme Transfer Energi atau Energy Transition Mechanism (ETM), yang merupakan penggabungan keuangan publik dan swasta untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dan meningkatkan investasi energi terbarukan secara signifikan.
Executive Director EU-ABC, Chris Humphrey mengatakan penanganan perubahan iklim dengan cara yang adil dan terjangkau harus menjadi prioritas nomor satu bagi semua pihak, dan transisi energi ke depan harus menjadi agenda utama semua pemerintah di ASEAN.
“Perekonomian ASEAN yang terus berkembang akan mendorong kenaikan permintaan energi, namun perlu dipastikan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut menggunakan sumber listrik ramah lingkungan,” kata Humphrey.
“Produsen dan perusahaan manufaktur juga dapat terus bertumbuh dengan menggunakan sumber yang lebih ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka,” imbuhnya.
Agar dapat terlaksana dengan baik, Humphrey mengatakan maka dibutuhkan perubahan dalam pembuatan kebijakan demi mendorong transisi dari penggunaan emisi karbon tinggi ke rendah, dan pada akhirnya menjadi solusi energi terbarukan.
Hal lain yang digaungkan oleh EU-ABC adalah pengembangan taksonomi keuangan hijau di seluruh kawasan ASEAN serta peningkatan penggunaan instrumen investasi hijau dalam pengembangan mekanisme keuangan secara berkelanjutan di kawasan yang dapat membantu pembiayaan solusi transisi energi.
EU-ABC juga menyerukan penghapusan bertahap terhadap subsidi bahan bakar fosil di seluruh wilayah, di mana dana tersebut dapat dialihkan untuk mendukung transisi energi. Tidak kalah penting adalah meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam menangani masalah infrastruktur yang saat ini seringkali menjadi tantangan dalam transisi energi.
Baca juga: Kapan Honda boyong mobil listrik ke Indonesia?
Baca juga: Kemenperin: Kompetisi modifikasi dukung percepatan EV Indonesia
Baca juga: MG perkenalkan ZS EV untuk pasar Indonesia
Pewarta: A087
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021
Credit: Source link