JawaPos.com – Pemerintah boleh bicara panjang lebar tentang lahan ribuan hektare. Proyeksi panen jutaan ton. Atau potensi sederet produk turunan.
Tapi, kalau sudah menyangkut food estate (FE) atau lumbung pangan, menurut Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Edi Santoso, kuncinya terletak pada keberlanjutan yang ditinjau segala aspek.
Khususnya aspek ekonomi, sosial, dan ekologi.
“Jangan sampai ketika memperingati kemerdekaan ke-100, justru Indonesia terperangkap oleh kiris pangan. Apalagi jika penyebabnya adalah proyek food estate yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan,” kata Edi kepada Jawa Pos.
Digagas di tengah kondisi sulit akibat terjangan pandemi, FE seperti kendaraan melaju di jalan tol: lancar, cepat. Jika tak ada perubahan rencana, Presiden Joko Widodo akan meluncurkan megaproyek tersebut 4 Oktober mendatang. Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) menjadi tulang punggung.
Untuk tahap awal, 30 ribu hektare lahan disiapkan di Pulang Pisau dan Kapuas. Dan, sampai 2025 akan terus meningkat sampai 1,4 juta hektare.
Menurut Bupati Pulang Pisau Edy Pratowo, kebijakan pusat itu sejalan dengan program pembangunan pertanian yang dilaksanakan di Pulang Pisau. ’’Pulang Pisau merupakan lumbung padi Kalteng,” ucapnya kepada Kalteng Pos.
Prabowo dan Kemenhan yang punya tugas pokok di bidang pertahanan negara diberi mandat untuk mendukung Kementerian Pertanian. ”Di mana Kementerian Pertahanan akan memegang suatu peranan justru di pembangunan cadangan pangan singkong,” katanya.
Baca juga: PUPR Pastikan Pembangunan Food Estate Kalteng Dimulai Oktober
Berdasar rencana yang sudah dibuat instansinya, Prabowo menyebut, singkong yang ditanam di lahan FE akan diolah. ”Akan menghasilkan tapioka, mocaf, yaitu tepung yang bisa menjadi bahan utama dari kebutuhan pangan,” bebernya.
Produk turunan lain seperti roti dan nasi dari singkong juga akan coba diproduksi Kemenhan. Wakil menteri Kemenhan fokus menggarap FE dengan menanam singkong lantaran mereka menilai singkong bisa menjadi cadangan pangan strategis. Sangat mudah ditanam. Namun, potensinya besar.
”Bayangkan, produk turunannya itu luar biasa untuk industri pangan kalau kita jalankan,” ungkap Wamenhan Wahyu Trenggono.
Dia memberi contoh, singkong berpotensi meningkatkan cadangan devisa Rp 26 triliun lewat pengurangan impor. Belum lagi dampak terhadap lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat yang tidak kalah menjanjikan.
Trenggono menyebut, seluruh manfaat itu bisa dicapai bila produksi singkong dari FE minimal menyentuh 40 juta ton per tahun. ”Nilai produksi itu akan setara dengan sepuluh juta karbohidrat yang senilai Rp 62 triliun,” jelasnya.
Staf Khusus Menhan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antarlembaga Dahnil Anzar Simanjuntak menambahkan, konsepnya tidak lain berupa cadangan logistik strategis untuk pertahanan negara. ”Artinya, digunakan untuk mendukung tugas-tugas pertahanan terkait logistik. Selain itu, juga untuk memperkuat ketahanan pangan bila terjadi keadaan darurat pangan,” katanya.
Untuk urusan singkong ini, Edi Santoso setuju program FE tidak boleh difokuskan pada padi saja. Tetapi, juga komoditas pangan lain seperti jagung, singkong, maupun sagu. ’’Ada daerah yang genangannya terlalu dalam sehingga tidak memungkinkan ditanami padi,’’ terangnya.
Baca juga: Menteri Basuki: Pasokan Air Kunci Pengembangan Food Estate di Kalteng
Di FE, leading sector padi adalah Kementan dengan mengandalkan lahan eks pengembangan lahan gambut. Sedangkan singkong jadi tanggung jawab Kemenhan.
’’Untuk tanaman padi dimulai dengan perbaikan saluran irigasi dan perbaikan jalan masuk (aksesibilitas) menuju kawasan food estate pada Oktober 2020,” ungkap Basuki Hadimoeljono, menteri PUPR.
Edi mengingatkan, lahan yang tersedia jangan melulu dipaksakan untuk menanam padi. Apabila lebih cocok untuk peternakan, gunakanlah untuk peternakan.
Menurut dia, secara geografis, Kalteng memiliki kemampuan reservoir air. Tapi, di sisi lain, juga daerah yang miskin air irigasi.
Untuk itu, sebaiknya dibuat sistem untuk menampung air hujan. ’’Bayangan saya, apabila panen air hujan di Kalimantan ini berhasil dilakukan, bakal dapat menjadi surplus air. Bahkan potensi airnya lebih banyak dibandingkan dengan di Jawa,” ucapnya.
Sudahkah potensi-potensi di luar padi dan singkong itu dipikirkan oleh para pemangku kepentingan FE? Semoga saja demikian, sebagai bagian dari keberlanjutan. Agar FE tak cuma ramai di awal.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Ilham Safutra
Reporter : syn/wan/tau/c17/ttg
Credit: Source link