Pengacara Fredrich Yunadi
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan e-KTP, Fredrich Yunadi kooperatif mengikuti proses persidangan. Lembaga antikorupsi tak segan-segan memeberikan tuntutan maksimal jika mantan kuasa hukum Setya Novanto itu tak kooperatif.
Demikian disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (6/3/2018). Hal itu disampaikan Febri sekaligus merespon sikap Fredrich pasca eksepsinya ditolak majelis hakim. Fredrich mengancam tidak akan menghadiri sidang lanjutan.
“Saya kira lebih baik terdakwa kooperatif dengan proses hukum, hadiri proses persidangan karena itu kan kewajiban dari proses hukum yang berlaku. Kalau tidak ada sikap kooperatif dengan proses hukum, tidak tertuutp kemungkinan tuntutan seberat-beratnya akan diajukan diproses persidangan. Domain KPK adalah berat ringan tuntutan yang akan diajukan. Pasal 21 ini kan maksimal 12 tahun. KPK tentu akan menghitung faktor- faktor yang meringankan atau memberatkan,” ungkap Febri.
KPK tidak akan terpengaruh jika Fredrich tidak menghadiri sidang lanjutan. Dikatakan Febri, jika Fredrich keberatan atau mempunyai bukti lain terkait perkaranya maka seharusnya diuji di proses persidangan.
“Itu justru akan mengurangi dari hal terdakwa sendiri karena seharusnya kalau keberatan kan bisa mengajukan bukti tandingan pada KPK dan tadi saya sudah cek ke JPU (Jaksa Penuntut Umum) di agenda persidangan berikutnya kita tetap akan masuk ke agenda pembuktian karena hakim pun secara tegas mengatakan demikian,” terang Febri.
“Jangan sampai proses persidangan ini kemudian akan diulur-ulur atau waktu yang dibutuhkan cukup lama karena prinsip dari perisidnagan itu seharusnya cepat dan sederhana,” ditambahkan Febri.
Pada kesempatan ini Febri menepis tudingan Fredrich Yunadi yang menyebut surat penyidikan (sprindik) terhadap dirinya palsu. Menurut Febri, tudingan itu mengada-ada. “Saya kira mengada-ada, sprindik itu asli, sah dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyidikan yang terjadi kemarin,” ucap dia.
Ditegaskan Febri, sprindik itu sah karena dikeluarkan oleh pihak yang memiliki berwenang. Selain itu, nama pihak-pihak yang tertulis dalam sprindik tersebut adalah penyidik yang memang ditugaskan.
“Bahwa ada nama-nama tertentu yang belum bisa menjalankan tugas karena ada halangan, seperti sakit, tentu saja itu tidak kemudian membuat keseluruhan sprindik itu tidak sah. Saya kira alasan itu mengada-ada dan sebenarnya banyak alasan mengada-ada lainnya yang sudah disampaikan dan ditolak oleh hakim juga,” terang Febri.
Alangkah baiknya, disarankan Febri, jika Fredrich fokus pada substansi perkara. Dengan demikian, proses persidangan bisa berjalan lebih baik.
“Mari kita fokus pada substansi perkara agar proses persidangan ini berjalan secara lebih baik. Hk-hak terdakwa juga dihormati tapi kepentingan publik yang luas agar prosea sidang itu menemukan kebenaran materil juga tercapai,” tandas Febri.
Fredrich sebelumnya tak terima eksepsi atau nota keberatannya ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Fredrich tetap beranggapan dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum pada KPK palsu.
Di hadapan hakim, Fredrich menerangkan surat penyidikan terhadap dirinya palsu. Salah satu yang dipermasalahkan oleh Fredrich lantaran tertera nama dan tanda tangan Novel Baswedan. Sementara, menurut Fredrich, Novel tak ikut memeriksa dirinya.
Namun, hal itu tak digubris oleh hakim. Fredrich pun sesumbar jika dirinya tak akan menghadiri persidangan lanjutan yang rencananya akan digelar pekan depan, Kamis, 15 Maret 2018.
TAGS : Fredrich Yunandi Kode Etik Dokter Sidang Tipikor
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/30087/Fredrich-Yunadi-Terancam-Dituntut-Maksimal/