Ia justru berpendapat masih banyak masyarakat yang akan membeli kendaraan pada tahun ini setelah menunda pembelian selama pandemi.
“Pada tahun 2003-2005 harga BBM juga pernah naik, namun sepanjang tahun itu, kondisinya justru menarik. Karena penjualan justru naik pada periode itu,” ungkap Kukuh Kumara dalam sebuah diskusi bersama Forum Wartawan Otomotif pada Kamis.
Dia menjelaskan, pada periode tersebut, penjualan yang semula dari 354 ribu melonjak ke 483 ribu, lalu meningkat ke 534 ribu unit, kendati saat itu harga bahan bakar naik.
Meski begitu, menurut dia, pada tahun selanjutnya ada penurunan penjualan justru bukan disebabkan oleh meningkatnya harga BBM, melainkan adanya sebuah kejadian krisis ekonomi di Indonesia.
“Ketika tahun selanjutnya memang turun, tapi bukan disebabkan oleh kenaikan harga BBM, melainkan adanya krisis ekonomi pada saat itu kalau tidak salah. turun menjadi 443 ribu unit,” jelas dia.
Dia juga berharap, dengan adanya data sejarah mengenai kenaikan harga BBM yang tidak mempengaruhi pasar industri otomotif juga ikut terjadi pada tahun ini yang juga mengalami penyesuaian harga BBM pada awal September lalu.
“Karena tadi saya sampaikan di awal karena pertumbuhan ekonomi kita di atas 5 persen, mudah-mudahan ini juga memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan industri otomotif kita,” harap dia.
Dengan begitu, dia meyakini bahwa target tahun ini yang diprediksi mencapai angka 900.000 unit bisa tercapai meski adanya penyesuaian harga BBM.
Baca juga: Gaikindo perkirakan pemesanan kendaraan selama GIIAS 2022 meningkat
Baca juga: GIIAS 2022 medium informasi industri otomotif Indonesia di mata dunia
Baca juga: GIIAS hadirkan ragam informasi hingga “test track” untuk EV
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022
Credit: Source link