Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo
Jakarta – Elektabilitas Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo sebagai calon gubernur (Cagub) Jawa Tengah (Jateng) semakin merosot. Hal itu dinilai karena Ganjar telah menyimpang dari falsafah terkenal Jateng.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI), Arifin Nur Cahyono mengatakan, mayoritas responden memilih karena ada falsafah terkenal Jateng yang mengatakan seorang pemimpin itu harus `Swadana Maharjeng Tursita` yang artinya seorang pemimpin haruslah memiliki sosok intelektual, berilmu, jujur, dan pandai menjaga nama, mampu menjalin komunikasi atas dasar prinsip kemandirian.
“Nama Ganjar Pranowo rusak akibat diduga terlibat kasus korupsi e-KTP yang disebut menerima fee dari proyek e-KTP oleh Setya Novanto,” kata Arifin, melalui rilisnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (28/5).
Falsafah kedua, tambahnya, `Bahni Bahna Amurbeng Jurit`. Artinya seorang pemimpin harus selalu berada di depan dengan memberikan keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran.
“Masyarakat Jawa Tengah mayoritas lebih memilih Sudirman Said karena Sudirman sosok pemimpin yang berani menjadi teladan untuk membongkar kasus papa minta saham Freeport walau akhirnya dicopot oleh Joko Widodo,” urainya.
Falsafah ketiga yaitu `Rukti Setya Garba Rukmi`. Falsafah ini menggarisbawahi bahwa seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat menghimpun segala daya dan potensi guna kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.
“Kepemimpinan Ganjar selama menjadi Gubernur tidak dirasakan oleh masyarakat mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat Jawa Tengah. Dan (Ganjar) memilih wakilnya Taj Yasin diduga hanya untuk menutupi ketidakmampuan sebagai Gubernur yang kadung namanya sudah membusuk di masyarakat akibat diduga terlibat kasus E-KTP. Sementara Ida Fauziyah dianggap sebagai sosok cawagub dari Sudirman Said yang akan banyak mengangkat harkat dan martabat wanita di Jawa Tengah,” pungkasnya.
Diketahui, dari hasil survei LKPI menyebut, elektabilitas Ganjar bersama cawagubnya, Taj Yasin yang diusung PDIP, PPP, Demokrat, dan NasDem berada jauh di bawah pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah yang diusung partai koalisi Gerindra, PKB, PKS, dan PAN.
Survei yang digelar sejak tanggal 9 Mei-22 Mei 2018 lalu itu menemukan bahwa tingkat elektabilitas Ganjar hanya sebesar 43,8 persen. Sementara mantan Menteri ESDM, Sudirman Said memiliki tingkat elektabilitas sebesar 51,3 persen. Sisanya, 4,9 persen responden tidak menjawab.
Arifin menjelaskan, alasan dari jawaban responden yang diberikan secara spontan itu para responden memilih Sudirman Said karena ingin Jawa Tengah dipimpin oleh tokoh yang tidak tersandera oleh kasus korupsi e- KTP.
“Sementara yang 43,8 persen memilih Ganjar Pranowo beralasan jika Ganjar terlibat kasus e-KTP maka masih ada wagubnya yang akan menggantikan,” kata Arifin.
Survei LKPI kali ini melibatkan 2.220 orang warga Jawa Tengah yang memiliki DPT sebagai responden. Mereka tersebar di 35 Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah. Penelitian dengan tema “Jawa Tengah Mencari Pemimpin Bersih” ini mengunakan metode multi stage random sampling dengan margin of error -/+ 2,08 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
TAGS : Pilkada 2018 Pilgub Jateng Ganjar Pranowo
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/35257/Ganjar-Pranowo-Dinilai-Menyimpang-Dari-Falsafah-Jateng/