Siti Fikriyah, Ketua Umum Gerakan Masyarakat (Gema) Pergutanan Sosial
Jakarta, Jurnas.com – Presiden Joko Widodo menyampaikan program strategis nasional yang berdampak langsung pada perekonomian rakyat dan pemulihan ekonomi nasional termasuk perhutanan sosial dan reforma agraria harus terus dilaksanakan dan hambatan-hambatan terhadap program tersebut dihilangkan.
Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial Indonesia yang sekaligus pembina Mappan dan penasehat Omah Tani, Siti Fikriyah mendikung penuh Presiden Joko Widodo yang meminta agar diutamakan program strategis nasional yang berdampak langsung pada masyarakat dan mengarah pada pemulihan ekonomi nasional, termasuk bidang perhutanan sosial dan reforma agraria.
Pada kesempatan itu, Siti Fikriyah didampingi M Hanafiah (Sekjen Gema), Rozikin (Deputi Operasional Gema Perhutanan Sosial), Carkaya (Deputi Kebijakan, Hukum, Advokasi Gema), dan M Triyanto (Wakil Ketua DPP Gema Perhutanan Sosial Indonesia), dan Saman (Pengurus DPP Gema Perhutanan Sosial)
Siti Fikriyah menjelaskan, reforma agraria dan perhutanan sosial dapat menampung beban tenaga kerja yang berada dalam resiko kehilangan pekerjaan akibat crisis Covid-19, serta berpotensi besar menjadi penyedia hasil pangan yang sangat diperlukan dalam situasi krisis.
Ia menilai sisi positif dari Covid-19 adalah adanya harapan potensi ekonomi global terhadap usaha berbasis agro. Karena itu, keberadaan lahan harus dimaksimalkan sebagai modal dasar bisnis agro.
“Prioritas yang diberikan Presiden untuk mendistribusikan lahan skala usaha dengan pendekatan cluster komoditas melalui perhutanan sosial dan reforma agraria kepada petani adalah kebijakan yang sangat tepat dan wajib didukung,” tegas Siti Fikriyah.
Dijelaskan bahwa Gema Perhutanan Sosial Indonesia telah membantu petani perhutanan sosial untuk mendapatkan akses legal sk ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) serta kemitraan kulin nkk. Saat ini telah terfasilitasi 68 usulan IPHPS (ijin pemanfaatan hutan perhutanan sosial), 13 kulin NKK, dan 56 skema perubahan perhutanan sosial iphps menjadi kulin nkk, total 137 usulan dengan total luas lahan diatas 40.000 hektar.
“Estimasi Gema Perhutanan Sosial Indonesia, SK baru yang siap terbit akan memberikan tambahan seluas kurang lebih 20.000 hektar. Luasan tersebut cukup signifikan untuk tanaman pangan di saat krisis,” tutur Siti Fikriyah.
Dalam pertemuan Presiden dengan Gema Perhutanan Sosial Indonesia tanggal 10 Oktober 2019, Presiden mengagendakan pertemuan 6 bulanan dengan Gema untuk mengevaluasi perkembangan perhutanan sosial dan reforma agraria.
Deputi Operasional Gema Perhutanan Sosial, Rozikin, mengatakan, saat ini sudah lebih dari 6 bulan berlalu, namun belum 1 SK penambahan pun diselesaikan KLHK.
“Dari total 137, hanya 2 draft SK yang saat ini ada di bagian hukum Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Sosial, berpuluh-puluh draft SK masih menumpuk di meja Direktur Penyiapan Hutan Perhutanan Sosial,” jelasnya.
Sedangkan Carkaya, Deputi Kebijakan, Hukum dan Advokasi Gema PS menenaskan menagih janji Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan untuk segera menerbitkan SK IPHPS.
“Jangan sampai birokrasi menghambat perintah Presiden. SK yang terlalu lama menyebabkan ketidakpastian, konflik dan menyebabkan gangguan efektifitas produksi petani di saat musim hujan tahun ini,” pintanya.
Tanaman Energi Tidak Tepat
Dalam situasi khusus akibat Covid 19, Gema Perhutanan Sosial Indonesia mengusulkan agar seluruh areal perhutanan sosial dan reforma agraria diprioritaskan unruk tanaman pangan sebagai tindakan darurat tanpa mengesampingkan unsur ekologi dengan mulai pula menanam tanaman buah-buahan jangka panjang.
Untuk itu, Gema menyarankan agar Perum Perhutani mengubah perencanaan dan realisasi tanaman energi di hutan Jawa.
Sebagaimana diketahui bahwa Perum Perhutani bermaksud menanam hutan gundul/idle dengan tanaman energi seperti glireside di kawasan Pati, Rembang, Semarang, Grobogan dan sekitarnya. Tanaman tersebut adalah tanaman perdu yang tidak berkontribusi banyak untuk perbaikan ekologi hutan gundul.
Tanaman tersebut juga dengan cepat membatasi areal tanaman pangan petani sehingga akan memicu krisis pangan dan kemiskinan petani sekitar hutan.
“Tanaman glireside hanya diambil batangnya untuk wood pellet/arang, petani mesti menunggu beberapa tahun hingga batang besar. Selama menunggu itu tidak ada manfaat yang bisa diambil untuk pangan petani, daunnya hanya bisa untuk pakan kambing, kami petani manusia, pak, bukan kambing, “tutur pak Tarli.
Saman, salah satu pengurus DPP Gema Perhutanan Sosial, menyatakan bahwa penanamn glireside untuk keperluan energi bertentangan dengan maksud Presiden serta tidak memberi input apa pun dalam upaya mengatasi kemiskinan petani dan penguatan ekonomi petani sekitar hutan, malah akan menimbulkan konflik sosial akibat kurangnya lahan tanaman pangan.
“Sebaiknya Perum Perhutani menghentikan kebijakan mau pun pelaksanaan penanaman glireside ini,” katanya.
“Kita mesti paham bahwa Jawa ini problem utamanya adalah pangan. Seharusnya prioritas penggunaan areal hutan gundul adalah untuk penyediaan pangan baik dengan tanaman semusim mau pun buah-buahan sebagai tanaman jangka panjang yang ramah ekologi, bukan tanaman energi,” tutur Sekjen Gema, M Hanafiah.
TAGS : Gema Perhutanan Sosial Siti Fikriyah Covid-19
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin