KUPANG, BALIPOST.com – Gunung Api Ile Lewotolok, di Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengalami erupsi dengan ketinggian letusan mencapai 700 meter terjadi di gunung tersebut. Hal tersebut dilaporkan Pos Pemantau Gunung Api Ile Lewotolok. “Letusan itu disertai dengan gemuruh lemah dan sedang,” kata Kepala Pos Pemantau Gunung Api Ile Lewotolok Stanis Arakian, dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (6/6).
Ia mengatakan bahwa letusan setinggi 700 meter itu mengeluarkan material berupa pasir dan menimbulkan asap putih serta kelabu di puncak gunung tersebut. Secara visual ujar dia, asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 100-700 meter di atas puncak kawah.
Sementara itu kegempaan, ujar dia, hanya satu kali letusan dengan amplitudo 17,3 milimeter serta berdurasi 83 detik. “Saat ini statusnya masih siaga, atau level III,” ujar dia.
Ia menambahkan bahwa dalam tingkat aktivitas level III atau siaga, masyarakat di sekitar Gunung tersebut maupun pengunjung, pendaki ataupun wisatawan direkomendasikan agar tidak melakukan aktivitas di dalam radius tiga km dari puncak atau kawah dari gunung itu.
Sementara untuk radius 3,5 km berlaku untuk sektor Timur dan Tenggara agar selalu waspada. Beberapa warga desa di Kecamatan Ile Ape seperti di desa Jontona, Desa Lamawolo, dan Desa Lamatokan agar selalu mewaspadai potensi ancaman guguran lava pijar dan awan panas dari bagian timur puncak gunung itu. Apalagi beberapa waktu lalu sempat ada lava yang meluap yang dikhawatirkan akan terus turun karena kawasan itu meluap.
Pihaknya juga merekomendasikan agar mengingat potensi bahaya abu vulkanik yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan (ISPA) maupun gangguan kesehatan lainnya, maka masyarakat yang berada di sekitar gunung agar menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun perlengkapan lain untuk melindungi mata dan kulit. “Abu vulkanik hingga saat ini jatuh di beberapa sektor di sekeliling Gunung Ile Lewotolok, maka masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung agar mewaspadai ancaman lahar, terutama di saat musim hujan,” ujar dia. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link